BANDA ACEH|ACEHINFO- Ketua DPR Aceh, Saiful Bahri walk out dari seminar yang membahas revisi Undang-Undang Pemerintah Aceh (UUPA) yang digelar di Gedung Serbaguna Kantor Gubernur Aceh, Senin (6/6). Dia tak mau dikait-kaitkan dengan perubahan aturan yang lahir dari perjanjian damai antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dengan Pemerintah Indonesia itu.
Politikus Partai Aceh ini menyebut, pemerintah pusat belum pernah melakukan konsultasi dan meminta pertimbangan DPRA mengenai rencana revisi UUPA. Padahal revisi aturan yang mengatur banyak hal khusus tentang Aceh itu masuk dalam program legislasi nasional.
“Sebab berdasarkan Pasal 8 ayat 2 dan Pasal 269 ayat 3 UUPA disebutkan, dalam hal adanya rencana perubahan undang-undang ini -UUPA- dilakukan dengan terlebih dahulu konsultasi dan mendapatkan pertimbang DPR Aceh,” kata Pon Yahya, Senin (6/6).
Di awal pertemuan, Pon Yahya mengaku, sempat mempertanyakan maksud serta tujuan seminar yang digelar Komite I Dewan Perwakilan Daerah itu. Dia tak mau kehadirannya di dalam seminar tersebut, dijastifikasikan bahwa rencana perubahan aturan tersebut telah dikonsultasikan dengan lembaga yang dipimpinnya saat ini.
“Kegiatan hari ini dalam rangka apa, apakah konsultasi atau seminar biasa. Tolong dijelaskan dulu. Jangan nanti ada klaim bahwa pemerintah pusat sudah melakukan konsultasi dengan DPRA dalam hal revisi UUPA,” kata Pon Yahya.
Baik Pemerintah Aceh maupun Komite I DPD RI yang dipimpin bekas Juru Bicara Partai Aceh kini menjadi Ketua Komite I DPD RI, tak bisa memberikan jawaban. Karena itu dia memutuskan untuk meninggalkan seminar tersebut.
Dalam keterangan yang dikirimkan Humas Pemerintah Aceh, Ketua Komite I DPD RI Facrul Razi membacakan sebanyak 24 poin revisi UUPA dalam seminar itu. Beberapa diantaranya yaitu mengenai pelaksanaan Kerjasama Pemerintah Aceh dengan Badan dan Lembaga Luar Negeri, Panwaslih Aceh dan Kabupaten/Kota, Penyesuaian Persyaratan Calon Kepala Daerah, Pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur, dan Penyelesaian Sengketa Pilkada.
Selanjutnya, Kedudukan, Peran dan Perangkat Wali Nanggroe, Pemilihan Keuchik, Penetapan Kebutuhan Pegawai, Penegasan Penerapan Syariat Islam, Pengawasan Pelaksanaan Kontrak Kerja, Pengelolaan SDA Minyak dan Gas Bumi, Pemberian Izin Eksplorasi Tambang Umum, Pembentukan Bank Konvensional dan Pemberian Subsidi UMKM.
Poin selanjutnya, DPD RI juga mengusulkan Dana Otonomi Khusus Aceh, Pinjaman Luar Negeri, Prinsip Pengelolaan Anggaran, Penyelesaian Pelanggaran HAM, Kewenangan KKR, Penegasan Kekhususan Qanun, Ketentuan Calon Perseorangan, Penegasan Pengaturan Sektor Minerba, Pengaturan NSPK, dan Penyesuaian Nomenklatur Prolega sesuai PUU yang Berlaku.
“Terima kasih dan apresiasi atas dinamika dan berbagai masukan yang kami terima pada seminar hari ini. Beberapa catatan yang dapat kami simpulkan. Semoga kemitraan antara DPD RI dengan Pemerintah dan seluruh elemen masyarakat Aceh bisa terus terjalin dengan baik,” ujar Fachrul Razi.[]
EDITOR: DINDA RIZKYA