BANDA ACEH | ACEH INFO – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Aceh memberikan pandangan terkait aktivitas pengambilan galian C di Daerah Aliran Sungai (DAS) Krueng Baro Kecamatan Keumala, Kabupaten Pidie telah berdampak terhadap fasilitas umum. Saat ini kondisi kedua tiang jembatan rangka baja yang menghubungkan Kecamatan Keumala dengan Kecamatan Sakti sudah mulai terkikis diduga akibat adanya aktivitas galian C tersebut.
“Jembatan rangka baja yang dibangun dengan anggaran Rp16 Milyar pun terancam ambruk. Apalagi kegiatan Galian C yang ada di sekitar aliran sungai Keumala tersebut kegiatan illegal yang tidak memiliki izin, seharus Pemerintah Kabupaten Pidie sudah bisa melakukan penertiban dengan melibatkan aparatur penegak hukum,” kata Direktur Eksekutif WALHI Aceh, Ahmad Shalihin, Selasa, 11 Januari 2022.
Dia mengatakan, pemerintah Pidie selama ini hanya membentang spanduk untuk melarang Galian C. Namun, Pemkab Pidie dinilai tidak memberikan kesadaran kepada masyarakat ketika galian C yang diambil berdekatan dengan jembatan akan memberikan dampak terhadap daya tahan jembatan.
“Ironisnya kekhawatiran tersebut dianggap hal yang biasa oleh Pemerintah Pidie sehingga menimbul daya rusak yang mengakibatkan longsor dan erosi dalam kawasan tersebut, selain itu juga Pemerintah Aceh harus melakukan tindakan tegas dalam penertiban galian C sebelum terjadinya bencana,” tegas Ahmad Shalihin.
Ahmad Shalihin kemudian merujuk Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan atas undang-undang nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara, Pasal 1 ayat 13a. Menurutnya Surat lzin Penambangan Batuan, yang selanjutnya disebut SIPB, adalah izin yang diberikan untuk melaksanakan kegiatan Usaha Pertambangan batuan jenis tertentu atau untuk keperluan tertentu.
Pasal 35 (1) Usaha Pertambangan dilaksanakan berdasarkan Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat. (4) Pemerintah Pusat dapat mendelegasikan kewenangan pemberian Perizinan Berusaha, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Setiap orang yang melakukan Penambangan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000.000 (seratus miliar rupiah).
“Secara peraturan perudang-undangan, aparat penegak hukum sudah dapat melakukan penindakan terhadap pelaku Galian C Illegal tanpa ada laporan dari masyarakat, apalagi kegiatan pengambilan Galian C tersebut tidak dilaporkan kepada aparatur di tingkat kecamatan dan pemerintah tidak harus menerima pengaduan terlebih dahulu baru melakukan penindakan terhadap pelaku Galian C di Keumala, hal ini menjadi aneh ketika Pemerintah harus menunggu pengaduan,” pungas Ahmad Shalihin. []