27.1 C
Banda Aceh
spot_img

TERKINI

BPMA Butuh Tata Kelola Berkelanjutan Untuk Masa Depan Aceh

Oleh: Tuanku Warul Waliddin, SE, Ak*

Beberapa bulan ini kita mengalami masa transisi, baik dari segi politik maupun kekosongan di beberapa entitas lainnya yang bersinggungan dengan sektor, salah satunya Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA).

Pemerintah Aceh telah membentuk Panitia Seleksi (Pansel) calon kepala BPMA. Melalui seleksi terbuka ini kita berharap akan lahir sosok yang benar-benar memahami dunia industri minyak dan gas (Migas), paham tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) untuk menghasilkan outcome yang sesuai harapan.

Tentunya ada banyak hal dan persoalan yang harus diselesaikan, untuk melahirkan strategi-strategi baru dalam mengejar ketertingalan Aceh dalam segala aspek pembangunan, termasuk di dalamnya membuat BPMA lebih bergeliat. Namun, untuk mewujudkan Good Corporate Governance perlu adanya transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, independensi dan kewajaran dalam governance system, meliputi governance structure, governance process, dan governance outcome.

Pansel harus bisa memastikan sosok yang terpilih untuk memimpin BPMA punya kapasitas dan mampu mewujudkan hal tersebut. Masa transisi ini merupakan momentum yang harus dimanfaatkan, mengambil kesempatan untuk meramu kembali arah kebijakan yang lebih terukur dan efektif dalam menyusun arah pembangunan Aceh ke depan.

Dana Otsus Abadi

Dana Otonomi Khusus (Otsus) telah menjadi sumber pendanaan pembangunan yang siginifikan bagi pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di Aceh. Tambahan transfer Dana Otsus diberikan seiring diberlakukannya UU No. 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh. Transfer dana dari Pemerintah Pusat ini akan berlangsung selama 20 tahun sejak UU tersebut diberlakukan pada Tahun 2008, dengan besaran 2% (dua persen) dari DAU Nasional untuk 15 tahun pertama, dan 1% (satu persen) untuk lima tahun terakhir.

Dalam pelaksanaannya, berdasarkan Qanun No. 2/2008 tentang Tata Cara Pengalokasian Tambahan Dana Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi dan Penggunaan Dana Otonomi Khusus, Pemerintah Aceh mendapat alokasi sebesar 40 persen, sedangkan pemerintah kabupaten/kota sebesar 60 persen dalam bentuk pagu yang disusun oleh Pemerintah Provinsi.

Pada tahun 2014 pemerintah kabupaten/kota di Aceh secara efektif memiliki kewenangan lebih besar dalam mengelola Dana tersebut. Dengan berlakunya Qanun No. 2/2013 yang merupakan revisi dari Qanun No. 2/2008, meski alokasi yang diterima kabupaten/kota berubah dari 60 persen menjadi 40 persen, namun melalui mekanisme transfer Dana Otsus dari Pemerintah Provinsi memberi kesempatan lebih besar bagi pemerintah kabupaten/kota dalam mengelola sendiri dana tersebut.

Kesempatan yang diberikan ini tentu akan diiringi dengan besarnya tuntutan bagi pemerintah agar dana ini bisa digunakan secara efektif dan mendatangkan manfaat bagi masyarakat. Efektivitas pengelolaan dana yang baik tentunya disertai dengan regulasi atau aturan-aturan yang jelas dan mengikat.

Maka atas dasar qanun-qanun tersebut lah menginisiasi lahirnya BPMA, melalui peraturan pemerintah no. 23 tahun 2015 tentang pengelolaan besama Sumber Daya Alam Migas di Bumi Aceh untuk melaksanakan ketentuan pasal 160 Ayat (5) UU No.11 Tahun 2006 tentang pemerintahan Aceh.

Mengingat ada batasan waktu sharing dana otsus Aceh dari pusat dibatasi hingga 2027, namun proses ekspolrasi Migas Aceh masih terus berlangsung tanpa Batasan waktu maka perlu adanya upaya memperjuangkan oleh para pihak baik eksekutif maupun legislative agar proses sharing dana bagi hasil Migas Aceh melalui Dana Otsus agar bersifat abadi untuk keberlanjutan pembangunan di Aceh.

Tata Kelola BPMA Berkelanjutan

Secara hirarki BPMA adalah badan pemerintah di bawah Kementeri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan bertanggungjawab kepada Gubernur dan Menteri ESDM yang mempunyai tugas melakukan pelaksanaan, pengendalian, dan pengawasan terhadap kontrak kerja sama kegiatan usaha hulu agar pengelolaan sumber daya alam Migas yang berada di darat dan laut di wilayah kewenangan Aceh dapat memberikan manfaat dan penerimaan yang maksimal bagi negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Kegagalan dalam menjalankan tuas pelaksanaan, pengendalian dan pengawasan terhadap kontrak kerja sama pengelolaan SDA Migas ini tentunya dapat mempengaruhi nilai optimalisasi pencapaian yang sesuai target yang ditetapkan.

Berdasarkan laporan Kinerja BPMA 2023, Jumlah Wilayah Kerja (WK) Aktif Terdapat 8 WK yang terdaftar di Aceh dengan rincian masa berlaku kontrak berbeda-beda. Sebagian besar WK (7 dari 8) masih berstatus “Masih Berlaku”.

Satu WK (Repsol Andaman B.V. di Andaman III) telah berstatus “Terminasi per 30 Juni 2023”. Terdapat berbagai kontraktor yang mengelola WK, termasuk PT Medco E&P Malaka, PT Pema Global Energi, Triangle Pase Inc., Repsol Andaman B.V., Zaratex N.V., ONWA Pte Ltd, OSWA Pte Ltd, dan PT Aceh Energi. Sebagian besar WK dikelola oleh kontraktor dengan kepemilikan penuh (100%), kecuali PT Medco E&P Malaka dan Repsol Andaman B.V., yang berbagi partisipasi dengan perusahaan lain.

Tercatat Wilayah kerja meliputi lokasi darat seperti Blok “A” Aceh, Lhokseumawe, dan Bireun Sigli. Juga mencakup wilayah lepas pantai seperti Offshore North West Aceh (Meulaboh) dan Offshore South West Aceh (Singkil). Sebagian besar kontrak memiliki durasi standar 20–30 tahun, dimulai pada berbagai tahun, termasuk yang baru efektif pada tahun 2023 (ONWA Pte Ltd, OSWA Pte Ltd, dan PT Aceh Energi). Yang Artinya Pengelolaan Migas Aceh masih sangat aktif hinggai 20-30 tahun mendatang. Tanggal efektif kontrak dimulai sejak 2005 (Zaratex N.V.) hingga 2023 (kontrak terbaru oleh ONWA Pte Ltd, OSWA Pte Ltd, dan PT Aceh Energi).

Sehingga dapat disimpulkan bahwa Aktivitas WK di Aceh cukup beragam dengan kombinasi antara pengelolaan wilayah darat dan laut. Sebagian besar kontraktor masih dalam tahap pengelolaan aktif, kecuali satu WK yang telah berakhir kontraknya.

Kontrak baru di tahun 2023 menunjukkan adanya potensi investasi energi baru di wilayah Aceh, dan tentunya dibutuhkan seorang Nahkoda Organisasi BPMA yang cakap, dinamis dan berwawasan untuk mendukung tata kelola BPMA yang profesional dan berkelanjutan.

Oleh karena kesempatan untuk mengoptimalkan sumber daya alam Aceh yang sangat melimpah ini bagi pembangunan Aceh dimasa depan dan sangat terbuka lebar, perlulah para pihak dan tokoh-tokoh Aceh untuk segera menetapkan langkah-langkah strategis dalam rangka memperjuangkan dana Otsus Aceh yang abadi. Yang tentunya harus bersinergi dan berkelanjutan dalam rangka membiayai 7 sektor pembangunan, yaitu; infrastruktur, ekonomi, kemiskinan, pendidikan, sosial dan kesehatan, termasuk pelaksanaan keistimewaan Aceh.[]

*Mahasiswa Magister Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala.

spot_img

Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

spot_img

INDEKS