27.8 C
Banda Aceh
spot_img

TERKINI

Buzzer Disebut Penyebab Utama Polarisasi di Indonesia

JAKARTA|ACEHINFO-Kelompok buzzer atau pendengung, influencer dan provokator di media sosial disebut menjadi penyebab utama semakin meruncingnya polarisasi di masyarakat di tanah air. Polarisasi yang terbentuk saat Pilpres 2019, masih bertahan hingga kini.

Hasil survei yang dirilis Litbang Kompas menyimpulkan hal itu. Bahkan menurut hasil survei itu sebanyak 36,3 persen publik terbelah akibat ulah buzzer, inluencer, atau provokator di media sosial.

Sementara sebanyak 21,6 persen mengatakan polarisasi disebabkan informasi hoaks atau tidak lengkap. 13,4 persen responden survei yang dilakukan Litbang Kompas menyatakan polariasi publik di tanah air terjadi akibat kurangnya peran dari tokoh bangsa dalam meredakan perselisihan Selebihnya atau 5,8 persen menyatakan akibat teknologi media sosial.

Survei itu dirilis Harian Kompas Senin (6/6). polarisasi yang terjadi di tengah masyarakat saat ini merupakan residu dari Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.

Buzzer, inluencer, atau provokator ada di kedua kubu di Pilres 2019, sama-sama aktif memproduksi konten-konten di media sosial yang memancing respons negatif. Saat itu pasangan calon presiden dan wakil presiden yang maju adalah Joko Widodo-Ma’ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

“Mereka ada di kedua kubu yang aktif memproduksi konten-konten di media sosial yang memancing respons negatif. Saling klaim prestasi tokoh yang mereka bela sama mudahnya dengan menafikan atau tidak menghargai kerja tokoh dari kubu lawan,” tulis peneliti Litbang Kompas Gianie.

Menurut Gianie, perang opini atau sekadar komentar bernada negatif antara kedua kubu yang dulu berseberangan itu, pun masih terjadi hingga saat ini. Gianie menjelaskan, teknologi media sosial memberi mereka ruang untuk bebas melakukan provokasi atau agitasi.

“Informasi yang berasal dari sumber yang tidak kredibel. Bahkan yang termasuk hoaks, dengan mudah memancing serangan-serangan antarkubu,” tulis Gianie.

Survei yang dilakukan Litbang Kompas itu berlangsung pada 24-29 Mei 2022. Sebanyak 1.004 responden berusia minimal 17 tahun dari 34 provinsi diwawancarai melalui telpon.

Sampel ditentukan secara acak dari responden panel Litbang Kompas sesuai proporsi jumlah penduduk di tiap provinsi.

Adapun dengan metode ini, tingkat kepercayaan sebesar 95 persen, nirpencuplikan penelitian ± 3,09 persen dalam kondisi penarikan sampel acak sederhana. Meskipun demikian, kesalahan di luar pencuplikan sampel dimungkinkan terjadi.[]

EDITOR: DINDA RIZKYA

spot_img

Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

spot_img

INDEKS