LHOKSUKON| ACEHINFO-Terpidana kasus pelecehan seksual di Aceh Utara menjalani hukuman cambuk di di halaman Kantor Kejaksaan Negeri Aceh Utara pada Kamis, (9/6). Dia didera sabetan sebanyak 30 kali.
Pelaku pelecehan seksual itu bernama Trisno Muhammadi Bin Yekti Kahon (53) tahun. Sebelumnya dia diputus bersalah oleh Mahkamah Syar’iyah Lhoksukon pada 25 Mei 2022.
Kepala Kejari Aceh Utara, Diah Ayu HL Iswara Akbari melalui Kasi Intelijen Arif Kadarman, SH mengatakan Trisno melakukan pelecehan seksual terhadap seorang ibu yang ditemani anaknya yang berusia 16 tahun.
“Kasusnya berawal tahun 2017, saksi korban dengan anaknya yang pada saat itu berusia 16 tahun dilecehkan oleh terpidana dengan modus dapat mengobati penyakit,” sebut Arif, kepada AcehInfo.
Menurut Arif pelecehan itu dilakukan dengan modus pengobatan tradisional, agar sang ibu tak ditinggalkan suaminya. Anak korban yang masih berusia 16 tahun disuruh membeli telur bebek untuk prosesi pengobatan yang ternyata berujung pada pelecehan seksual.
“Agar suami saksi korban tetap setia dan tidak akan meninggalkan saksi korban sebagai pasangan suami istri, pada awalnya saksi korban tidak mau diobati namun terdakwa seperti mendesak untuk mengobati,” ujar Arif.
Berdasarkan hasil persidangan, terdakwa menyuruh anak saksi korban untuk membeli telur bebek putih sebanyak 3 butir. “Telur itu digunakan terdakwa untuk pelecehan seksual kepada saksi korban,” sebut Arif.

Trisno sebelumnya dituntut melanggar Pasal 46 Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 Tentang hukum Jinayat oleh Jaksa Penuntut Umum pada 12 Mei 2022 lalu. Pada 8 Juni kemarin, Mahkamah Syariah Lhoksukon menjatuhkan vonis terhadap Trisno dengan hukuman cambuk sebanyak 30 kali.
Menurut Arif, hukuman cambuk bertujuan untuk menimbulkan efek jera, sehingga masyarakat berpikir dua kali untuk melakukan tindakan tidak senonoh semacam itu.
“Secara fisik, hukuman cambuk bertujuan untuk memberikan rasa sakit dan menimbulkan ketakutan bagi pelaku atau masyarakat yang menyaksikan. Sedangkan tujuan secara psikis berkaitan dengan rasa malu karena pelaku dihukum di depan masyarakat luas,” katanya.[]