27 C
Banda Aceh
spot_img

TERKINI

Empat Pulau Aceh Hilang, FPA Minta Kepmendagri Tentang Data Wilayah Administrasi Dibatalkan

LANGSA | ACEH INFO – Forum Pemuda Aceh (FPA) meminta Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian untuk membatalkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 050-145 Tahun 2022 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode, Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau,

Pasalnya Kepmendagri tersebut telah membuat empat pulau yang ada di Aceh Singkil, yakni Pulau Mangkir Kecil, Pulau Mangkir Besar, Pulau Lipan dan Pulau Panjang kini masuk dalam hak administratif Sumatra Utara.

“Menteri Dalam Negeri tidak bisa secara sepihak menentukan kebijakan tentang Aceh sebelum berkosultasi bersama Pemerintahan Aceh dan DPR Aceh sesuai dengan mekanisme dan sistem perundang-undangan yang ada,” sebut Ketua FPA, Sayed Alatas, kepada acehinfo.id, Jumat, 27 Mei 2022.

Selain itu, kata Sayed, Mendagri harus memperhatikan isi nota kesepahaman damai yang dituangkan dalam MoU Helsinki pada Point 1.1.2 huruf d. Dalam poin tersebut disebutkan, kebijakan-kebijakan administratif yang diambil oleh Pemerintah Republik Indonesia berkaitan dengan Aceh akan dilaksanakan dengan konsultasi dan persetujuan kepala Pemerintahan Aceh.

Lalu,  pada Point 1.1.4 disebutkan juga perbatasan Aceh merujuk pada peta 1 Juli 1956. Karenanya, kata Sayed Alatas, Mendagri tidak boleh mengangkangi aturan dalam menerbitkan keputusannya tanpa kompromi terlebih dahulu dengan Pemerintah Aceh.

FPA juga meminta Mendagri untuk memperhatikan beberapa hal tentang kesepakatan bersama antara Pemerintah Daerah Tingkat I Sumatra Utara dengan Pemerintahan Daerah Istimewa Aceh pada 10 September 1998. Selanjutnya adapula kesepakatan bersama antara Pemerintah Daerah Tingkat I Sumatera Utara dengan Pemerintah Daerah Istimewa Aceh pada 22 April 1992 di Langsa.

Mendagri juga diminta mempertimbangkan Keputusan Mendagri Nomor: 111 Tahun 1992 tentang Penegasan Batas Wilayah Antara Pemerintah Daerah Tingkat I Sumatra Utara dengan Pemerintah Daerah Istimewa Aceh pada 24 November 1992 di Jakarta. Selanjutnya Mendagri juga diminta untuk merujuk hasil rapat pembahasan perbatasan antara Pemerintahan Provinsi NAD dengan Provinsi Sumatra Utara pada 31 Oktober 2002 di Jakarta.

Kemudian, hasil rapat pembahasan perbatasan antara Pemerintahan Provinsi NAD dan Provinsi Sumatra Utara pada 29 November 2002 di Medan, berita acara kesepakatan bersama Pemerintahan Provinsi NAD dan Provinsi Sumatra Utara pada 6 Oktober 2002 di Banda Aceh, Berita Acara kesepakatan bersama Pemerintahan Provinsi NAD (Kab.Aceh Tamiang dan Kab.Aceh Singkil) dan Provinsi Sumatra Utara (Kab.Pakpak barat, Langkat dan Tapanuli Tengah) pada 18 Oktober 2004 di Medan.

Selanjutnya terkait tapal batas Aceh-Sumut juga dapat merujuk pada berita acara kesepakatan bersama Pemerintahan Kab.Tapanuli Tengah dan Kabupateb Aceh Singkil pada 24 November 2006 di Kantor Bupati Tapanuli Tengah. Kemudian berita acara keputusan rapat fasilitasi dan koordinasi dalam rangka penegasan batas daerah Provinsi Aceh dengan Provinsi Sumatra Utara pada 19.Agustus 2009 di Jakarta, serta Surat Mendagri No 123.3/112/ SJ tanggal 15 Januari 2010 perihal batas Daerah Provinsi Aceh dengan Provinsi Sumatra Utara.

“Jadi kami rasa cukuplah jelas dan banyak referensi yang bisa dipelajari sebelum Mendagri menerbitkan keputusanya terkait batas daerah Provinsi Aceh dengan Provinsi Sumatra Utara,” tegasnya.

Apalagi, sambung Sayed, jika dilihat dari bukti-bukti fisik yang menyatakan bahwa ke empat pulau tersebut selama ini diperhatikan dan diurus oleh Pemerintah Aceh.

“Kami berharap Mendagri supaya kembali berkonsultasi dengan Pemerintah Aceh dan mencabut keputusannya, sehingga sengketa batas antara Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatra Utara dapat diselesaikan dengan arif dan bijaksana serta mengenyampingkan kepentingan politik, apapun itu bentuknya,” pungkasnya.[]

EDITOR: BOY NASHRUDDIN AGUS

spot_img

Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

spot_img

INDEKS