28 C
Banda Aceh
spot_img
spot_img

TERKINI

POPULER

Irama Warisan Aceh dan Daya Cipta Para Pemuda dalam Lagu Modern

* Moritza Thaher – Irama dan Syair Aceh dalam Musik Moderen

MALAM itu, di Taman Budaya (TB) Kupi, para pengunjung sibuk dengan percakapan masing-masing. Sayup-sayup terdengar suara deru kendaraan di jalan sebelah barat.

Moritza Thaher menghadap meja. Malam itu dia memakai jaket berwana coklat berlengan panjang yang dilipat. Sesekali dahinya nampak terlihat berkerunyut, seiring kata-kata dari mulut lelaki itu terus terdengar seirama dengan komat-kamit mulutnya.

Moritza Thaher berbicara tentang perkembangan musik di Aceh, yang telah berubah sejak teknologi informasi berkembang pesat dengan lompatan teknologi bersejarah yang tidak pernah mampu dibayangkan oleh penduduk bumi sebelum milenium dua (tahun 2000-an).

Moritza Thaher adalah musisi pendiri Sekolah Musik Moritza, sebuah sekolah musik yang sudah berkiprah sejak tigapuluh tahun lalu di Banda Aceh. Dia juga mengajar di sana serta telah mengorbitkan puluhan pelaku seni tarik suara yang bernyanyi dalam bahasa Aceh, Melayu atau Bahasa Indonesia, dan Inggris.

Moritza menyampaikan pandangannya. Aceh dikenal sebagai Serambi Mekah, yang mana masyarakatnya sangat peduli tentang syari’at Islam di masanya. Para pemuka agama pun telah sepakat tentang kegiatan kesenian, bagaimana yang boleh dan bagaimana yang dilarang.

Moritza Taher, mengatakan, dirinya tidak mau ambil pusing tentang polemik hukum musik yang ada di Aceh karena semua hal tentang itu dari dahulu sudah diperjelaskan oleh ulama-ulama Aceh.

“Selama kita masih di dalam lingkar yang benar, bermusik yang wajar tidak ada salah itu. Asal jangan berlebihan saja, jangan melanggar aturan yang sudah ditetapkan, itu saja menurut saya,” ucap musisi yang mengaransemen musik lagu “Hasan Husen” yang dipopulerkan oleh Rafly tersebut.

Pada tahun 1972, Majelis Ulama Provinsi Daerah Istimewa Aceh mengeluarkan fatwa tentang kebolehan dalam hal berkesenian. Seni apa saja yang dibolehkan dan begitu juga seni apa yang tidak dibolehkan. Semuanya sudah diatur di kala itu dan tidak ada lagi perdebatan tentang hal tersebut.

Sebagai contoh, seni musik (alat bunyi-bunyian) di Aceh, dari dahulu sudah diperbolehkan dan tidak adalagi perdebatan tentang seni bunyi-bunyian itu.

Irama Warisan Aceh Dan Daya Cipta Para Pemuda Dalam Lagu Modern
Moritza thaher. Foto: istimewa

Bukan hanya tentang seni musik, melainkan seni tarik suara, seni tari, lagu dan syair bahkan alat-alat musik yang bagaimana yang boleh dipakai, kapan, di mana acara pertunjukan akan ditampilkan, semuanya sudah diatur jelas di dalam buku fatwa ulama.

Semua sudah tertera jelas di dalam buku fatwa Majelis Ulama di bawah pimpinan Tgk. H. Abdullah Ujong Rimba tahun 1972 di Banda Aceh, yangmana fatwa tersebut dicetak dalam sebuah buku, diberi nama “Bagaimana Islam Memandang Kesenian”.

Segala jenis seni yang ada, khususnya di Aceh, dari dahulu itu sudah mempunyai ketetapannya akan kodrat dari seni itu sendiri sudah ditentukan keabsahannya. Baik dari segi hukum agama, adat dan budaya daripada masyarakat Aceh.

Lain hal apabila sekarang ini, masyarakat–utamanya masyarakat Aceh– ketika melihat, menyimak, memperhatikan dan menemukan kejanggalan-kejanggalan yang terkandung di dalam salah satu seni yang dipertontonkan, maka kejanggalan atau kealpaan tersebut diperkirakan merupakan suatu kesalahan daripada para pelaku seni itu sendiri.

Karena alasan demikian, bahwa dari dahulu sudah diperbolehkan bermusik, maka hari ini kita masih bisa mendengar, masih bisa mewarisi dan sudah menjadi warisan Aceh. Baik daripada irama, nada, alat-alat musik, syair-syair indah yang mana kekhasannya terkandung dan sudah melekat di dalam sebuah irama, nada, gerak tari, syair dan sebagainya. Sehingga siapa saja yang mendengar, melihat baik itu irama daripada sebuah syair yang dibacakan, baik itu irama daripada sebuah lagu yang diperdengarkan, baik itu gerak di dalam sebuah tarian, maka rasa khidmatnya senatiasa terasa oleh sabab kekhasan yang melekat pada seni itu sendiri.

Tentunya kerana irama-irama, nada-nada yang sudah menjadi warisan bagi generasi sekarang itu diciptakan, dilagukan dengan ruh irama itu sendiri sehingga terciptanya suatu kenikmatan dari para penikmat seni yang dimaksud. Islam sudah mengatur semua hal itu.

Moritza Taher, akrab disapa dengan panggilan Momo, memaklumi bahwasanya irama, nada, lirik atawa apa-apa saja karya seseorang yang ingin diciptakan, dihadirkan, dipersembahkan ke khalayak umum, hendaknya itu asli akan kemurniannya, tercipta dari diri seorang pencipta karya seni.

Kerana perbedaan, keabsahan akan terlihat dan akan sangat terasa apabila memang sebuah karya yang diciptakan dengan sepenuh hati, pasti akan terasa seriusnya daripada karya seseorang yang dicontek dari karya orang lain. Ciri khas karyanya tidak ada, apalagi ruhnya dan usia kemasyhuran orang tersebut bisa juga hanya sementara saja.

Bek ta ceplak karya gop, meunyoe memang ata droe teuh tapeureule beu get (Aceh, terjemahan: jangan menyontek karya orang lain, jika kita memang menginginkan karya sendiri bagus),” tutur Moritza, yang neneknya tinggal di Lampoh Kawat, Keude Kruenggeukueh ini.

Moritza mengatakan, dalam hal berkarya, apalagi di zaman sekarang, yang perlu sekali diingat oleh seniman adalah, “Kita tidak boleh melupakan karya-karya orang terdahulu, apapun itu. Kerana dari situlah dasar pijakan kita dalam hal seni,” ucap Produser dan Pendiri Polem Diwa Production tersebut.

Lelaki yang sudah mendirikan Sekolah Musik Moritza selama tiga puluh tahun itu menambahkan, nantinya, jangan ada yang menyalahkan generasi muda baik dalam cipta ataupun karya dalam segala hal yang berkaitan dengan seni, apabila dari sekarang generasi ini tidak menyiapkan untuk mereka bekal, bahan pembelajaran.

Menurut Moritza, jika dari sekarang diabaikan, tidak mau mengajari orang-orang muda tentang bagaimana berkesenian yang sesuai dengan ketentuan yang sudah dimantapkan para pendahulu, maka jangan pernah salahkan generasi muda ketika minat dan daya cipta mereka berkurang bahkan bisa hilang dalam hal seni.

Tapeurenoe gop, nakeuh, saban that lage tameurenoe droeteuh. Bek kriet that bhah ilme. (Kita mengajari orang lain sama halnya dengan belajar untuk diri kita sendiri. Jangan pelit untuk membagi ilmu),” ujar Moritza.

Moritza menegaskan, bahwa dalam hal warisan seni, jangan salahkan generasi muda apabila nantinya mereka tidak mahu mewarisi warisan itu dari para pendahulu, indatu. Jangan pernah salahkan mereka, apabila bekal, ilmu berkesenian tidak disiapkan dari sekarang ini.

Dalam segala hal, lelaki yang pernah mengajar di ISBI Aceh 2016-2017 ini tidak mau menggurui seseorang, tapi dia lebih suka membuat seseorang itu mempunyai rasa sadar, mempunyai rasa ingin untuk bisa, mampu menguasai suatu ilmu yang diinginkan oleh si pelaku itu sendiri.

Begitulah cara dia dalam hal mengajari siapa saja yang ingin belajar kepadanya.

Moritza berharap, para seniman sekarang mengajak muda-mudi yang besar dan hidup di zaman yang semakin modern ini supaya berminat dan mengalakkan warisan-warisan indatu.

Adakala dalam hal seni, mungkin begitu juga dalam hal lainnya. Jika dalam hal seni, haruslah kita menyesuaikan tampilan, irama, nada ataupun lirik, alat bunyi-bunyian (musik) harus sesuai dengan zaman orang-orang muda sekarang. Tentunya, tidaklah lepas dari kontrol agama.

“Bukan saya tidak punya alasan ketika Hikayat Aceh itu direkam dalam genre ‘Electronic Dance Music’. Itulah bentuk “peuhawa” para muda-mudi milenial untuk terus mencintai kesenian Tradisional Aceh, melalui musik,” Moritza Taher mengakhiri petuahnya.

Irama Warisan Aceh Dan Daya Cipta Para Pemuda Dalam Lagu Modern
Nurlaila hamjah. Foto: istimewa

Sementara itu, Nurlaila Hamjah, S.Sos., M.M, Kepala Bidang Bahasa Dan Seni Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata Aceh, mengatakan, Pemerintah Aceh selalu mengupayakan pelestarian seni dan budaya.

“Upaya-upaya dukungan pada dunia seni akan terus kita berikan. Siaran berita ini juga merupakan semua bentuk dukungan supaya pemikiran dari kalangan seniman dapat sampai kepada masyarakat,” kata Nurlaila.

Catatan: Berita ini disiarkan atas kerja sama antara Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata Aceh, Bidang Bahasa Dan Seni dengan (Media acehinfo.id)

spot_img

Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

spot_img

TERKINI