NUR SULTAN | ACEH INFO – Kazakhstan, sebuah negara pecahan Uni Soviet, sedang panas-panasnya dalam sepekan terakhir. Protes demi protes berdatangan menyusul kenaikan harga bahan bakar gas cair. Belakangan, protes kian meluas setelah terbentuk gerakan melawan pemerintah Presiden Tokayev dan mantan Presiden Nazarbayev.
Banyak korban jiwa berjatuhan selama protes berlangsung. Di kota Almaty, ibu kota finansial Kazakhstan, banyak jenazah yang ditemukan dengan badan penuh peluru. Jenazah-jenazah itu tergeletak begitu saja di jalanan Kazakhstan.
Pembunuhan tersebut diduga dilakukan militer Kazakhstan atas perintah tegas dari Presiden Tokayev.
Rentetan tembakan bahkan sering terdengar menyalak di kota tersebut. Internet mati yang membuat mesin ATM rusak. Satu toko senjata juga dijarah.
Dari keterangan seorang jurnalis anonim, seperti dilansir CNN Indonesia, kota Almaty kini sudah dikuasai pemerintah Kazakhstan. Mereka juga sudah mendirikan tiga pos pemeriksaan militer untuk memperkuat keamanan di sekitar kediaman Presiden dan kantor gubernur.
Kerap kali militer Kazakhstan melepas tembakan peringatan ketika ada orang yang mendekati pos pemeriksaan. Tidak diketahui apakah peluru yang ditembakkan itu merupakan peluru tajam, atau peluru karet.
Presiden Tokayev menuding dalang protes adalah bandit teroris dari luar dan dalam negeri. Dalam pidatonya, Tokayev menyebut para pemrotes sangat terlah melakukan sabotase ideologi, menggunakan informasi bohong secara terampil, dan mampu memanipulasi masyarakat.
Namun, para demonstran membantah tuduhan itu.
“Kami bukan preman atau teroris. Satu-satunya yang berkembang di sini adalah korupsi,” kata salah satu perempuan yang ikut melakukan unjuk rasa.
Hingga saat ini, sekitar lima ribu lebih warga yang ditangkap. Selain itu, protes yang telah berlangsung beberapa hari tersebut juga mengakibatkan 16 pasukan keamanan tewas dan 1.300 lainnya terluka. Sementara sumber-sumber pemerintah setempat menyebutkan sekitar 40 orang tewas, termasuk pengunjuk rasa.
Aksi protes yang menentang Presiden Tokayev juga berdampak pada 400 unit mobil, yang sebagian milik polisi. Mobil-mobil itu hancur dalam kekerasan berdarah tersebut. Selanjutnya lebih dari 100 pusat perbelanjaan dan bank juga rusak.
Pemerintah Kazakhstan telah menangkap beberapa orang yang diduga terlibat dalam protes tersebut. Diantara mereka yang ditangkap juga termasuk warga asing. ebagian besar kemarahan para demonstran diarahkan pada mantan Presiden negara itu Nursultan Nazarbayev, yang memimpin negara tersebut dari pecahnya Uni Soviet pada awal 1990-an sebelum mengundurkan diri dan menunjuk Tokayev sebagai penggantinya pada 2019.
Pemerintah Tokayev telah meminta bantuan pasukan penjaga perdamaian dari Organisasi Perjanjian Keamanan Kolektif (CSTO) untuk pengamanan dalam negeri. Pasukan ini didominasi oleh Rusia yang mengerahkan ribuan personel ke negara tersebut. Selain itu, personil militer tersebut juga berasal dari Belarus, Kirgistan Tajikistan, dan Armenia.
Kedatangan ribuan pasukan itu guna menghadapi 20.000 demonstran yang sempat membuat Kazakhstan lumpuh dalam sepekan ini.
Tokayev juga telah menetapkan tanggal 10 Januari sebagai Hari Berkabung Nasional. Deklarasi ini ditujukan untuk menghormati para korban yang kehilangan nyawa akibat protes besar-besaran dalam sepekan terakhir.
Deklarasi soal Hari Berkabung Nasional juga akan dipublikasikan secara resmi di situs web Kepresidenan Akorda.
“Para militan belum meletakkan senjata mereka, mereka terus melakukan kejahatan atau sedang mempersiapkannya. Pertempuran melawan mereka harus dilakukan sampai akhir. Siapa saja yang tidak menyerah akan dihancurkan,” tegas Tokayev dalam pidato yang disiarkan televisi nasional pada Jumat (7/1) waktu setempat.[]