28.7 C
Banda Aceh
spot_img
spot_img

TERKINI

POPULER

Kesaksian Algojo 1965; Kisah Pembantaian PKI di Aceh

JAKARTA | ACEH INFO – Lubang-lubang pembantaian orang-orang yang dituduh komunis di Aceh pada 1965 dapat ditemukan di berbagai tempat, termasuk di perbukitan Seulawah, di pinggiran Kota Sigli. BBC News Indonesia bertemu eks ‘algojo’ dan keluarga korban yang dibantai.

“Saya masih simpan parang untuk memotong leher orang-orang PKI. Kalau bapak mau lihat, silakan…”

Udin, nama samaran, berada tak jauh dari lubang-lubang pembantaian di perbukitan Seulawah, di pinggiran Kota Sigli, Aceh. Di sanalah orang-orang yang dituduh komunis disembelih.

Pembantaian biadab itu terjadi 56 tahun silam, tak lama setelah peristiwa G30S 1965, ketika langit di atas perbukitan itu makin gulita.

Saat Udin berusia 25 tahun, peristiwa penangkapan dan pembunuhan massal atas pimpinan, anggota, simpatisan atau orang-orang yang dikaitkan Partai Komunis Indonesia (PKI), gencar dilakukan di kota di pesisir timur Aceh itu.

Pembunuhan massal ini dilatari pembunuhan tujuh jenderal di pulau Jawa, kudeta yang gagal, polarisasi politik tingkat lokal, dendam pribadi, isu agama, hingga kampanye militer untuk menghabisi orang-orang komunis ‘hingga ke akar-akarnya’.

Dalam atmosfer seperti itulah, Udin — kini usianya 81 tahun — direkrut sebagai anggota pertahanan sipil dan disebutkan ‘berperan’ dalam pembunuhan massal di perbukitan angker itu. Dia bahkan lulus rekrutmen menjadi ‘algojo’.

Dokumen internal militer di Aceh menyebut orang-orang yang dibantai di wilayah Sigli dan sekitarnya berjumlah 314 orang. Adapun secara keseluruhan korban di Aceh mencapai 1.424 jiwa, menurut dokumen itu.

Namun angka versi militer ini jauh lebih sedikit dari perkiraan para peneliti dan pegiat HAM. Diperkirakan 3.000 hingga 10.000 telah dibantai dalam kurun waktu 1965-1966 di Aceh.

Penelitian sejarawan Australia, Jess Melvin, yang kemudian dibukukan pada 2018 lalu (berjudul The Army and The Indonesian Genocide-Mechanics of Mass Murder — akan diterjemahkan dalam bahasa Indonesia pada Januari 2022), memperkirakan jumlahnya kemungkinan mencapai 10.000 jiwa.

Pada tahun-tahun gelap itu, di Kota Sigli dan sekitarnya, ratusan orang-orang yang dituduh PKI ditangkap dan digelandang ke sebuah penjara di kota itu.

Sebagian mereka dipaksa naik ke dalam truk untuk menuju lubang-lubang pembantaian, antara lain di salah satu sudut di perbukitan Seulawah — tanpa diadili terlebih dahulu.

Udin adalah saksi dan berada dalam pusaran kekerasan itu. Sumber BBC News Indonesia di Sigli menyebut dia adalah bagian dari tim ‘tukang jagal’.

Namun dalam wawancara, Udin mengaku hanya berperan kecil sebagai petugas yang berjaga di pos penjagaan tak jauh dari lokasi pembantaian.

Malam Jahanam di Simpang Betong; Ada korban membawa kitab Surat Yasin

Lebih dari 55 tahun kemudian, ingatan Udin atas tindakan kejam di malam-malam jahanam di lubang-lubang pembantaian di sekitar Simpang Betung di perbukitan itu, sepertinya, tak lekang oleh waktu.

Udin masih ingat apa yang disebutnya percakapan terakhir dan sekelumit kejadian di menit-menit menjelang para algojo mengayunkan parangnya ke tengkuk para korban.

“Ada yang membawa kitab Surat Yasin di kantong bajunya,” ungkap Udin kepada BBC News Indonesia, pertengahan Oktober 2021 lalu.

“Tapi,” imbuhnya cepat-cepat, “ada pula yang memberikan jawaban murtad ‘mana ada Tuhan, apa Tuhan, mana Tuhan?'” Ini barangkali semacam pesan terakhir sebelum parang diayunkan ke tengkuk orang-orang komunis itu.

Saya bertemu Udin di sebuah kedai kopi tidak jauh dari salah-satu lokasi pembantaian di Simpang Betung — disebut pula sebagai ‘Cot PKI’ atau ‘Cot Tengkorak’. Cot adalah bukit dalam bahasa Aceh.

Perawakannya gempal dan tingginya sekitar 155 cm. Kopiah hitam menutupi rambutnya yang memutih. Kumis tipis — habis dicukur — melintang rapi.

“Saya dulu gagah, berkumis tebal,” Udin terkekeh. Dia menyebut dirinya ‘jagoan yang ditakuti’ di kampungnya pada saat itu.

Siang itu Udin memang acap kali mengumbar tawa. Hampir semua pertanyaan seputar peristiwa pembantaian di perbukitan sepi itu dia jawab.

Namun semula tidaklah gampang meyakinkannya agar mau ‘berbicara’. Udin mengaku harus berkonsultasi dengan seseorang yang disebutnya ulama untuk mengiyakan atau tidak.

Setelah sang ulama mengeluarkan semacam petunjuk, Udin akhirnya bersedia menerima BBC Indonesia, tapi dengan syarat, yaitu, jati dirinya harus disembunyikan. Kami menyetujuinya — akhirnya.[] Selengkapnya baca: BBC Indonesia

spot_img

Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

spot_img

TERKINI