JAKARTA | ACEH INFO – Banyak persoalan yang muncul di lapangan membuat Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) ingin mengubah Qanun Kesehatan di daerah tersebut. Diantara permasalahan tersebut seperti pelayanan kesehatan kesehatan yang dikelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Hal ini disampaikan Ketua Komisi V DPRA Falevi Kirani saat bertandang ke Kementerian Kesehatan RI guna konsultasi wacana perubahan Qanun Kesehatan Aceh. Kunjungan tersebut turut dihadiri anggota Komisi V DPRA seperti Iskandar Usman Al Farlaky (Sekretaris), dan H. Asib Amin (Wakil Ketua).
Ikut serta dalam konsultasi tersebut Tarmizi SP, dr Purnama Spog, Muslim Syamsuddin, dan Fakrurazi Haji Cut serta tenaga ahli dan staf. Pertemuan tersebut disambut langsung oleh Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin.
Dalam kesempatan tersebut, Falevi menyampaikan agar Menkes Budi Gunadi Sadikin dapat memberikan masukan dan pertimbangan terkait wacana Perubahan Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2010 tentang Kesehatan.
“Banyaknya persoalan yang selalu muncul di lapangan, kita sudah pernah ungkapkan soal data peserta yang tidak jelas hingga besarnya anggaran yang dibayarkan Pemerintah Aceh, tetapi tidak maksimalnya pelayanan Kesehatan melalui mekanisme Jaminan Kesehatan yang dilaksanakan oleh BPJS,” ungkap Falevi.
Qanun tersebut menurut Falevi sudah berjalan selama 12 tahun. Namun, menurutnya, sudah waktunya untuk diubah mengikuti perkembangan zaman. Sementara fokus perubahannya ada pada penyempurnaan norma terkait Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan Aceh (BPJKA) sebagai organisasi mandiri yang telah dituangkan di dalam Qanun tersebut.
“Perlu dijabarkan lebih lanjut sehingga nantinya BPJKA dapat dibentuk serta melaksanakan tugas dan fungsinya mengelola Jaminan Kesehatan Aceh,” kata Falevi.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi memberikan pendapat positif terkait perubahan Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2010 terkait Kesehatan. Dia berharap dengan adanya perubahan qanun itu, maka pelayanan kesehatan di Aceh akan dilaksanakan dengan maksimal.
Di samping itu, Menteri Kesehatan juga menyarankan untuk adanya pergeseran secara perlahan dari kuratif atau yang sifatnya mengobati dengan promotif preventif yaitu mengubah cara dan pola hidup, sehingga masyarakat menjadi sehat.
Sementara terkait akurasi data peserta BPJS Kesehatan, Menkes Budi menyebutkan terdapat terobosan yang cenderung lebih akurat untuk melihat pendataan tersebut. Dia bahkan meminta pengelola kesehatan Aceh untuk melihat data di KPU yang terus di-update.
“Keakuratan data itu lebih baik dibanding yang lain. Jadi Menteri Kesehatan menyarankan agar DPRA melakukan validasi data agar JKA yang disalurkan tepat sasaran dengan menyandingkannya dengan data KPU. Data di PLN juga bisa, begitu ungkap pak Menteri,” kata Falevi kepada awak media.
Terkait hal lainnya, dalam beberapa pendapatnya Menkes menyampaikan, bantuan Pemerintah Pusat ke daerah saat ini sedang difokuskan kepada SDM dan Alkes, Puskesmas, Posyandu dan SDM. Sementara untuk infrastruktur perlu dicari jalan bersama untuk mendukung hal tersebut.
Iskandar Usman Al Farlaky yang ikut dalam konsultasi tersebut turut membeberkan masalah infrastruktur kesehatan di Aceh. Menurutnya Aceh memiliki rencana mendirikan lima sakit regional, tetapi lantaran keterbatasan anggaran, hanya dua rumah sakit yang saat ini sudah siap untuk operasional. Menurutnya terkait hal itu juga patut mendapat dukungan dari Kementerian Kesehatan RI.[]