27.8 C
Banda Aceh
spot_img

TERKINI

Krueng Aceh Terkontaminasi Mikroplastik

Krueng Aceh dari hulu di Kabupaten Aceh Besar hingga hilir di Kota Banda Aceh telah terkontaminasi mikroplastik. Harus ada prioritas penanganan sampai plastik di Aceh. Pemerintah Aceh juga perlu membuat qanun pengelolaan sampah.

Hal itu terungkap dari hasil deteksi kesehatan Krueng Aceh yang dilakukan Tim Ekspedisi Sungai Nusantara (ESN) bersama Perkumpulan Telapak Teritori Aceh. penelitian yang dilakukan pada Sabtu dan Minggu, 28 dan 29 Mei 2022 ini mengambil sampel di empat lokasi. Sampel pertama diambil di Lambeugak dan Keumireue sebagai segmen hulu, dilanjutkan ke segmen tengah di Lambarao, dan segmen hilir di Beurawe.

Peneliti dari Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton) Eka Charla Budiarti  menjelaskan, pola kontaminasi mikroplastik di Krueng Aceh semakin ke hilir semakin bertambah. Jenis yang paling banyak mencemari air adalah jenis fiber atau partikel mikroplastik yang berbentuk benang.

“Jenis jenis fiber ini bersumber dari tekstil atau bahan pakaian polyester yang dicuci kemudian benang-benangnya rontok dan mengalir melalui bilasan air menuju ke sungai. Meski tampak air krueng aceh tidak terlalu keruh namun dengan menggunakan mikroskop pembesaran 40-400 kali bisa ditemukan hingga 150 partikel mikroplastik dalam 100 liter air sungai,” ujarnya.

Baca Juga: Polisi Cek DNA Pelaku Penembakan di Indrapuri Melalui Sebo

Eka menamnahkan, temukan di bawah jembatan Beurawe yaitu 150 PM/100 L, disusul Jembatan Lambaro 90 PM/100 L yang mewakili segmen tengah Krueng Aceh, sedangkan untuk wilayah hulu di Aceh Besar kandungan mikroplastiknya lebih rendah dibandingkan segmen tengah dan segmen hilir.

“Di hulu kandungan mikroplastik 36-60 PM/100 L lebih rendah dibanding hilir, kontaminasi terkecil ada di Lambeugak sebesar 36 PM/100 L sedangkan wilayah hulu lainnya yaitu di Keumireu sebesar 60 PM/100L,” ungkapnya.

Prigi Arisandi peneliti ESN menambahkan, temuan mikroplastik di Krueng Aceh banyaknya sampah plastik yang dibuang di badan air sungai, beragam jenis sampah plastik seperti tas kresek, sachet makanan, styrofoam, popok bayi dan packaging (bungkus) personal care  seperti sachet shampo, sabun, detergen cuci dan botol plastik minuman.

“Sampah plastik sekali pakai yang dibuang ke sungai akan terfragmentasi (terpecah) menjadi serpihan plastik kecil berukuran dibawah 5 mm yang disebut mikroplastik,” jelasnya.

Baca Juga: Curi Ikan di Simeulue Pakai Bom Nelayan Sibolga Ditangkap

Mikroplastik masuk kategori senyawa penganggu hormon karena dalam proses pembuatan plastik ada banyak bahan kimia sintetis tambahan dan sifat mikroplastik yang hidrofob atau mudah mengikat polutan dalam air.

“Mikroplastik yang masuk dalam air akan mengikat polutan di air seperti logam berat, pestisida, detergen dan bakteri patogen, jika mikroplastik tertelan manusia melalui ikan, kerang dan air maka bahan polutan beracun akan berpindah ke tubuh manusia dan menyebabkan gangguan hormon,” tambah Prigi.

Menurut Prigi, timbulan sampah liar di tepi sungai dan di dalam badan air sungai, karena tidak tersedianya sarana tempat sampah yang memadai. Limbah domestik dari kegiatan mandi dan cuci rumah tangga yang tidak diolah. Lebih dari 90 persen jenis mikroplastik yang ditemukan adalah jenis fiber atau benang yang berasal dari  polyester atau bahan pakaian yang di laundry.

Tim ESN juga menemukan sepanjang perjalanan dari Aceh Selatan melewati pesisir barat pulau Sumatera sampah plastik dibuang ditepi jalan, kebun sawit, perairan, sungai dan di tepi pantai. Masyarakat belum menyadari bahayanya sampah plastik sehingga banyak sampah plastik tercecer tidak terkelola dan dibakar. Prigi menyarankan agar pemerintah menyediakan infrastruktur pengolahan sampah sehingga tidak ada alasan bagi warga untuk membuang sampah sembarangan.

“Yang sebaiknya dilakukan Pemerintah Aceh adalah memprioritaskan pengendalian dan pengelolaan sampah khususnya sampah plastik, melalui mendorong Pemkab Aceh Besar dan Pemkot Banda Aceh untuk mengendalikan pencemaran air di Krueng Aceh dan mendorong prioritasi pengendalian penggunaan plastik sekali pakai dan penanganan sampah plastik,” imbaunya.

Selain itu Pemerintah Aceh juga perlu Peraturan Daerah (Perda) atau qanun pengelolaan sampah dan menerapkan sebagaimana mestinya, terutama regulasi pengurangan PSP seperti tas kresek, sachet, styrofoam, botol air minum dalam kemasan, popok dan sedotan.[]

spot_img

Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

spot_img

INDEKS