29.5 C
Banda Aceh
spot_img
spot_img

TERKINI

POPULER

Nisero Quaestie, Kisah Raja Teunom Membuat Panik Belanda

Peristiwa  Nisero Quaestie menyita perhatian dunia, terutama negara-negara Eropa. Belanda dianggap tidak mampu mengendalikan suasana di Aceh, hingga Inggris mengambil langkah sendiri tapi juga gagal.

Pada masa Gubernur Sipil dan Militer (Militair en Civiele Bevelhebber) Belanda di Aceh dijabat menjabat PF Laging Tobias (1882-1884). Sebuah peristiwa yang menyita perhatian dunia, terutama Inggris terjadi di Aceh. Hal yang kemudian membuat Belanda di Aceh panik dan wibawanya luntur di mata dunia.

Seperti ditulis W Bradley dalam buku The Wreck of the Nisero and Our Captives in Sumatera, juga dalam buku HC van der Wijck, De Niserozaak. Kedua buku itu diterbitkan di Belanda dalam tahun 1884. Selain itu juga ditulis oleh Kielstra dalam buku Atjeh onder het Bestuur van den Gouverneur Laging Tobias.

Baca Juga: Kisah Belanda Membangun Kembali Masjid Raya Baiturrahman

Peristiwa itu adalah disitanya kapal Nisero milik Inggris di pantai Panga oleh Raja Teunom, Teuku Imum Muda pada 13 Oktober 1883 itu juga ditulis oleh W Bradley yang menjelaskan bahwa, akibat peristiwa itu Pemerintah Inggris kemudian mendesak Belanda untuk membebaskannya, tapi tak pernah berhasil. Belanda dinilai tidak mampu menguasai suasana di Aceh, padahal di Eropa telah digembar-geborkan bahwa Aceh telah dikuasai. Dan peristiwa itu membuat Belanda hilang muka di dunia internasional.

Ketika Belanda mengerahkan pasukannya ke Teunom untuk membebaskan kapal dan tawanan asal Inggris itu, Raja Teunom balik mengancam, jika Teunom diserang semua sandera akan dibunuh. Bila itu sampai terjadi, maka reputasi Belanda akan semakin anjlok.

Pemerintah Inggris kemudian melakukan upaya sendiri, mengabaikan Belanda yang sudah tidak mampu menguasai keadaan. Kapal perang Inggris, Pegasus berlayar ke Teunom untuk langsung berdiplomasi dengan Raja Teunom, agar kapal Nisero dan para sandera dibebaskan.

Baca Juga:Meudiwana dan Seumajoh Pada Hari Meugang

Pemerintah Kolonial Belanda di Aceh dengan penuh rasa malu membiarkan Inggris bertindak sendiri. Tapi upaya Inggris juga gagal, meski WE George Mazwell, anggota Dewan Jajahan Inggris di Singapura sudah datang ke Tunom untuk mengupayakan pembebasan. Raja Teunom menuntut uang tebusan yang tak mampu disanggupi oleh Belanda dan Inggris.

Karena kegagalan Belanda dan Inggris tersebut, Gubernur Sipil dan Militer Belanda di Aceh, Laging Tobias kemudian meminta bantuan pada Teuku Umar. Namun Teuku Umar yang saat itu sedang menjalankan siasan menipu Belanda dengan berpura-pura berdamai, malah membuat suasana semakin kacau.

Pada 3 Juli 1884, Teuku Umar dengan 32 orang anak buah kapal dikirim ke Teunom melalui jalur laut. Tapi sebelum sampai ke Teunom ia dan pengikutnya membunuh semua pasukan Belanda yang menyertainya, serta membawa lari semua senjata dan amunisi. Ia bergabung dengan pasukan Raja Teunom dan meminta Raja Teunom untuk menaikkan jumlah uang tebusan.

Baca Juga:Kisah Rapat Samoedra di Esplanade Koetaraja

Belanda benar-benar tak berdaya menghadapi persoalan tersebut. Pemerintah Inggris terus mendesak Pemerintah Kolonial Belanda di Aceh. Karena itu Laging Tobias dan Maxwel akhirnya memenuhi tuntutan Raja Teunom, membayar uang tebusan sebesar 100.000 ringgit untuk pembebasan tawanan, serta Belanda harus membuka blokade terhadap perairan Teunom.

Setelah itu, hari-hari selanjutnya perang di Aceh terus berkecamuk, Belanda tak pernah merasa nyaman sampai mereka angkat kaki dari Aceh pada tahun 1942. Belanda tak pernah benar-benar mampu menguasai Aceh, dan Aceh juga tak pernah benar-benar kalah dari Belanda.[]

spot_img

Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

spot_img

TERKINI