27.3 C
Banda Aceh
spot_img

TERKINI

Pemuda Aceh Menjarah Tangsi Militer Jepang

Pada 3 September 1945, beberapa pemuda Aceh masuk ke tangsi militer Jepang di  Kraton, sekarang di Jalan Sultan Alaiddin Machmudsyah, Kota Banda Aceh. Mereka merampas beberapa pucuk senjata, kemudian melarikan diri.

Perampasan senjata Jepang juga dilakukan di rumah Gensibu (Pemerintahan Sipil) Jepang di Neuseu, Banda Aceh. Meski sempat terjadi keributan, setelah didesak dan diancam, para pembesar Jepang akhirnya menyerahkan senjatanya kepada para pemuda Aceh yang masuk paksa ke rumah mereka.

Sehari kemudian, pada 4 September 1945, gudang-gudang logistik Jepang juga dijarah. Militer Jepang dan para pembesar Gunseibu tidak dapat berbuat apa-apa, karena para penjarah membawa senjata.

Baca Juga: Soekarno Meresmikan Universitas Syiah Kuala

Kisah ini diceritakan oleh Teuku Alibasjah Talsya dalam buku Batu Karang di Tengah Lautan: Perjuangan Kemerdekaan di Aceh (1945-1946). Upaya-upaya menyerang dan merebut persenjataan Jepang gencar dilakukan hampir si seluruh Aceh.

Hal ini dikarenakan, pemuda pejuang kemerdekaan di Aceh tidak ingin senjata-senjata Jepang tersebut dikuasi pasukan Sekutu. Karena sepekan sebelumnya, yakni pada 25 Agustus 1945, pasukan Sekutu melucuti 10.000 tentara Jepang di Sabang setelah Jepang menyerah kalah tanpa syarat akibat peristiwa bom atom Hiroshima dan Nagasaki.

Pelucutan dan perampasan senjata Jepang oleh pemuda pejuang Aceh juga dilakukan untuk membekali pasukan bersenjata Angkatan Pemuda Indonesia (API). Pasalnya, Belanda telah menguasai Sabang atas bantuan Inggris selaku sekutunya. Untuk menghadapi kemungkinan mendaratnya Belanda ke Aceh, maka barisan tentara API diperkuat.

Baca Juga: Sekolah Penerbangan Lhoknga dan Kisah Pilot Aceh Generasi Pertama

Untuk meredam meluasnya sentiment anti Jepang dan mencegah penjarahan serta perampasan senjata berlanjut, pada 10 September 1945 sekitar 1.000 tentara Jepang dari Sumatera Timur tiba di Banda Aceh. Pasukan Jepang ini ditempatkan di beberapa tangsi dan bivak di tempat-tempat vital dan strategis bagi kepentingan Jepang di Aceh.

Belanda juga mencoba memanfaatkan situasi sentiment anti Jepang di Aceh tersebut. Tapi Belanda menggunakan pengaruh Sekutu, karena Belanda sendiri tidak bisa mendarat ke Aceh pada agresi kedua, sebab sentimen anti Belanda sama besarnya dengan sentimen rakyat Aceh terhadap Jepang.[]

Baca Juga: Kisah Pasukan Cut Ali Menewaskan Kapten Paris

spot_img

Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

spot_img

INDEKS