ACEH SINGKIL | ACEH INFO – Ketua Himpunan Mahasiswa Pelajar Aceh Singkil (HIMAPAS), Safriadi Pohan, menyayangkan kritik yang dilontarkan sejumlah pihak terkait penanganan pengungsi Rohingya oleh Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kanwil Kemenkumham) Aceh.
Menurutnya, kritik tersebut muncul dari ketidak pahaman terhadap regulasi yang berlaku. Safriadi menegaskan bahwa Kepala Kanwil Kemenkumham Aceh, Meurah Budiman, telah menjalankan tugas sesuai aturan yang berlaku.
“Banyak yang berkomentar tanpa memahami aturan hukum, khususnya dalam masalah keimigrasian,” ungkap Safriadi, Selasa, 22 Oktober 2024.
“Ada organisasi yang langsung mengkritik kinerja Kemenkumham Aceh, padahal tidak memahami aturan terkait, terutama Perpres 125/2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri,” tegasnya.
Safriadi menjelaskan bahwa kewenangan penanganan pengungsi Rohingya telah diatur dengan jelas, sesuai tahapan kondisi pengungsi.
“Jika pengungsi masih berada di laut, itu menjadi kewenangan Aparat Penegak Hukum (APH). Namun, begitu mereka mencapai daratan, tanggung jawab penanganan beralih kepada pemerintah kabupaten atau provinsi, sesuai Perpres 125/2016,” terangnya lagi.
Terkait keamanan, Polri dan TNI bertanggung jawab, sementara proses pendataan serta verifikasi dokumen dilakukan oleh Imigrasi Meulaboh. Sementara itu, penyediaan kebutuhan dasar seperti makanan diserahkan kepada lembaga internasional seperti UNHCR dan IOM.
Safriadi juga menekankan bahwa selama ini penanganan pengungsi Rohingya di Aceh telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Oleh karena itu, ia menyayangkan adanya pihak-pihak yang hanya mencari panggung tanpa memahami substansi hukum yang ada.
Ia juga menyoroti bahwa Aceh belum memiliki Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim), yang seharusnya digunakan bagi warga negara asing (WNA) yang memiliki dokumen resmi seperti paspor, guna proses pemulangan ke negara asal.
Namun, pengungsi Rohingya tidak memiliki dokumen perjalanan, melainkan hanya kartu UNHCR dari kamp penampungan di Cox’s Bazar, Bangladesh.
Saat ini, lebih dari 500 pengungsi Rohingya ditampung di fasilitas sementara seperti bekas Kantor Imigrasi di Lhokseumawe.
Meski beberapa kali telah dilakukan pemindahan ke wilayah lain seperti Riau dan Makassar, sebagian besar dari mereka justru melarikan diri ke Medan, Riau, bahkan Malaysia.
Lebih lanjut, Safriadi mengingatkan bahwa peran pemerintah daerah dalam menangani pengungsi telah diatur dalam Perpres 125/2016. Pasal 24 hingga Pasal 26 mewajibkan pemerintah daerah untuk berkoordinasi dengan Rudenim dan menempatkan pengungsi di lokasi yang ditetapkan oleh bupati atau wali kota.
Selain itu, pemerintah daerah juga diwajibkan menyediakan fasilitas kesehatan dan ibadah bagi para pengungsi.
“Kondisi di Aceh saat ini belum memungkinkan sepenuhnya karena ketiadaan Rudenim, namun upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah sudah sesuai dengan aturan. Kritik yang tidak berdasar hanya akan menghambat penanganan yang lebih baik,” tegas Safriadi.
Ia berharap pihak-pihak yang melontarkan kritik lebih memahami peraturan yang ada sebelum menyampaikan pendapat.
“Fokus kita harus pada penanganan pengungsi yang tepat dan sesuai regulasi, bukan pada isu-isu yang tidak relevan. Kepala Kanwil Kemenkumham Aceh, Meurah Budiman, telah bekerja sesuai aturan yang ada, dan kinerjanya tidak perlu dipersoalkan,” tandas Safriadi.[]
PEWARTA: Fandi Perdana
EDITOR: Izal Syafrizal