27 C
Banda Aceh
spot_img

TERKINI

Pendapatan APBN di Aceh Capai Rp5,84 Triliun

BANDA ACEH | ACEH INFO — Realisasi APBN Regional Aceh sampai 31 Oktober 2024 sebesar Rp5,84 T (83,74%), sementara total belanja mencapai  Rp41,82 T (82,41%). Pendapatan tersebut terdiri dari penerimaan pajak sebesar Rp4,51 triliun atau telah terealisasi 73,43% dari target dan penerimaan perdagangan internasional termasuk bea dan cukai sebesar Rp286,31 miliar atau telah terealisasi sebesar 150,81% dari target.

Hal itu disampaikan Kepala Bidang Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Kanwil Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Aceh, Ridho Syafruddin, usai rapat Asset and Liabilities Committee (ALCo) Regional Aceh, Jumat, 29 November 2024.

Ridho menjelaskan, ALCo merupakan kegiatan rutin yang dilakukan oleh Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) setiap bulan bersama dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu-Satu) Aceh yaitu Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), dan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN).

Ridho menambahkan, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) juga berkinerja baik dengan penerimaan sebesar Rp1,03 triliun, atau telah terealisasi 162,03% dari target sebagai akibat meningkatnya Pendapatan BLU di bidang kesehatan dan pendidikan.

Baca Juga: AJI Banda Aceh Buka Posko Liputan Pilkada dan Cek Fakta

Sementara itu capaian PNBP Barang Milik Negara (BMN) sebesar Rp20,6 Miliar terjadi kenaikan sebesar 45% dari periode sebelumnya yaitu Rp14,2 Miliar. Dalam pengurusan Piutang Negara, pada periode ini Kanwil DJKN Aceh telah berhasil menurunkan outstanding Piutang Negara sebesar Rp6,1M.

Penurunan outstanding ini menandakan hal positif karena para debitur telah membayarkan utangnya. Tidak hanya itu, Kanwil DJKN Aceh berkontribusi terhadap pengelolaan Barang Milik Daerah (BMD) melalui layanan Penilaian telah melaksanakan Penilaian terhadap BMD sebanyak 2.720 Aset dengan total nilai Rp137 Miliar selama periode Januari hingga Oktober 2024.

Untuk realisasi belanja APBD (konsolidasi) sampai 31 Oktober 2024 sebesar Rp27,04 triliun (66,46%) yang didominasi oleh belanja operasi senilai Rp19,34 triliun, berkontribusi 74.28% terhadap jumlah belanja daerah. Realisasi belanja modal masih perlu terus menjadi perhatian karena baru mencapai Rp1,99 triliun atau 49,97%, meningkat 0,47 triliun dari bulan lalu.

Baca Juga: Amal Hasan Berharap Perhumas Jadi Ekosistem Strategis Informasi Publik

Di sisi lain, realisasi pendapatan APBD Provinsi Aceh sampai 31 Oktober 2024 sebesar Rp28,05 triliun (71,07%). Kontributor terbesar pendapatan APBD yaitu masih pada pendapatan dari dana transfer senilai Rp23,35 triliun atau sebesar 83,38% dari jumlah pendapatan daerah secara keseluruhan. Pendapatan Asli Daerah (PAD) sudah mencapai Rp4,65 triliun (76,89%).

Badan Pusat Statistik telah mengeluarkan rilis pertumbuhan ekonomi triwulan III dan mencatat pertumbuhan ekonomi Aceh sebesar 5,17% yoy. Angka ini menjadi angka laju pertumbuhan ekonomi tertinggi kedua di Sumatera setelah Sumatera Utara (5,20%), dan di atas rata-rata nasional 4,95%. Angka ini didorong oleh adanya penyelenggaraan PON XXI Aceh pada September 2024.

Pertumbuhan tertinggi terjadi pada komponen Pengeluaran Konsumsi Lembaga Non Profit yang melayani Rumah Tangga (LNPRT) sebesar 18,95%. Konsumsi rumah tangga tetap tumbuh 3,85% meskipun terjadi penurunan dibandingkan pertumbuhan di Triwulan II. Dari sisi lapangan usaha, secara yoy laju pertumbuhan tertinggi yaitu pada Lapangan Usaha Jasa Keuangan dan Asuransi (58,69%), diikuti oleh Tranportasi dan Pergudangan (19,46%).

Baca Juga: Tak Penuhi Kewajiban Modal Minimum OJK Cabut Izin BPRS Kota Juang

Pada bulan Oktober 2024, inflasi Aceh yoy sebesar 1,69%, inflasi ytd 1,22%, dan deflasi mtm sebesar -0,08%. Inflasi secara yoy ini sudah berada di dalam sasaran inflasi 2,5 +/- 1%. Artinya, inflasi masih terkendali. Inflasi secara yoy didorong oleh naiknya indeks kelompok pengeluaran, yaitu: kelompok makanan, minuman dan tembakau sebesar 1,90%, kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga sebesar 2,08%, kelompok perlengkapan, peralatan dan pemeliharaan rutin rumah tangga sebesar 1,45%, dan kelompok kesehatan sebesar 1,54%.

Berdasarkan komoditas, inflasi mtm Aceh didorong oleh komoditas seperti bawang merah, daging ayam ras, emas perhiasan, minyak goreng dan tomat. Sementara itu, komoditas seperti cabai rawit, bensin, beras, cabai merah dan ikan dencis tercatat mengalami deflasi terbesar.

Untuk analisis tematik, tim ALCo menyoroti persoalan ketahanan pangan di Aceh. Pertama, dari sisi beras. Pada 2024, luas panen padi diperkirakan sebesar 301,08 ribu hektare dengan produksi padi sekitar 1,64 juta ton gabah kering giling (GKG). Jika dikonversikan menjadi beras untuk konsumsi pangan penduduk, maka produksi beras pada 2024 diperkirakan sebesar 0,95 juta ton.

Produksi tersebut mencukupi kebutuhan konsumsi masyarakat Aceh apabila menggunakan dasar data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2023 dengan rata-rata konsumsi beras di Aceh mencapai 7,13 kg per orang per bulan atau 474,69 ribu ton (dengan asumsi penduduk Aceh 2024 sebanyak 5.554.815 orang).

Baca Juga: Satgas Pasti Terima 91 Aduan Investasi Ilegal dan Pinjol dari Aceh

Jika ditelisik kebutuhan per bulan, pada bulan Juli-Agustus produksi di bawah konsumsi beras sehingga kebijakan lumbung/penyimpanan beras dan peran Bulog dibutuhkan. Jika ditelisik per kab/kota, terdapat beberapa wilayah yang minus sehingga peran distribusi dalam menjaga pasokan dan kestabilan harga dibutuhkan. Yang perlu menjadi catatan adalah data tersebut merupakan hasil proxy yang dilakukan BPS.

Di sisi lain, Indeks Ketahanan Pangan Provinsi Aceh masuk dalam kategori 5 (> 65,96– 74,40) dan berada di peringkat 22 nasional (2023) di bawah Sumatera Barat (5), Lampung (10), Sumatera Utara (15), dan Sumatera Selatan (20). Dari 3 indikatornya, dapat dilihat bahwa Aceh memiliki indikator ketersediaan yang sangat baik.

Namun, di sisi keterjangkauan dan pemanfaatan masih belum sebaik angka ketersediaan. Di sinilah pemerintah harus hadir dalam perbaikan indikator pemanfaatan terutama yang terdiri dari angka Rata-rata Lama Sekolah (RLS), persentase rumah tangga tanpa akses ke air bersih, rasio jumlah penduduk per tenaga kesehatan terhadap tingkat kepadatan penduduk, persentase balita stunting, dan angka harapan hidup.

“Peran Kanwil DJPb sebagai Regional Chief Economist memerlukan peningkatan kerja sama dengan stakeholders yang memahami kondisi perekonomian daerah baik dari praktisi maupun akademisi. Kanwil Ditjen Perbendaharaan terbuka untuk berkolaborasi dengan semua pemangku kepentingan di Aceh baik itu untuk kebutuhan data maupun kajian bersama demi sebesar-besarnya kebermanfaatan bagi masyarakat Aceh,” pungkas Ridho.[]

spot_img

Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

spot_img

INDEKS