28.3 C
Banda Aceh
spot_img

TERKINI

Perang Aceh dan Kisah Kematian Calon Pengantin Belanda

Letnan HP de Bruiyn mengalami kematian tragis dalam perang Aceh di Seunagan, Aceh Barat. Ia tewas seminggu sebelum pernikahannya. Baju pengantin untuk calon istri sudah dipesan dari Jawa. Tapi dari Seunagan Ia kembali ke Kutaradja bukan untuk bersanding di pelaminan, melainkan untuk dikuburkan di Kerkhoff Peucut, komplek kuburan Belanda di Aceh.

De Bruyn merupakan salah perwira kepercayaan Gubernur Sipil dan Militer Kolonial Belanda di Aceh, Jenderal Van Huetz. Malah, calon istrinya tinggal di rumah Van Huetz (pendopo Gubernur Aceh sekarang), setelah ayah sang calon istri yang juga perwira tinggi Belanda di Aceh tewas dalam peperangan sebelumnya.

Bagi calon istri de Bruyn, ini adalah duka di atas segala duka. Duka akibat kematian ayahnya dan kini duka dari kematian calon suaminya. Dua orang yang dicintainya itu sama-sama mati dalam perang Aceh. Ibu dan adiknya telah kembali ke Nederland membawa duka kematian ayahnya. Kini ia juga harus mengirim kabar ke Belanda bahwa calon menantu yang diidam-idamkan ibunya itu juga telah mati di Aceh. Perang Aceh benar-benar telah menyesakkan dadanya. Saban malam ia harus membasahi bantal dengan air matanya.

Baca Juga: Dendam Jongos Belanda Pada Teuku Umar

Kisah kematian de Bruyn ini ditulis dalam beberapa buku sejarah kolonial Belanda di Aceh, selain oleh Zentgraff, kisah kematian tragis de Bruyn juga ditulis oleh Tjoete, mantan pegawai kolonial Belanda di kantor Bestuurs Meulaboh.

Tjoetje mengutip kisah de Bruyn dari majalah angkatan darat Belanda Ons Leger edisi Maret 1972, serta dari buku Generaal Swart Pacificator Van Atjeh yang ditulis Du Croo dan Schmidt. Bahan bacaan itu diperoleh dari kiriman kawannya JHJ Brendgen dan D Toekamp Lammers di Haarlen dan Beverwijk, Belanda. Keduanya pernah bertugas dia Aceh.

Letnan de Bruyn tewas akibat perang jarak dekat dengan pejuang Aceh. Tubunya ditebas sabetan pedang. Sebelum mati ia sempat berpesan kepada bawahanya, “zag aan mijn muder, dat ik mijn best heb gedaan –katakan kepada ibuku, bahwa aku telah menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya.”

Baca Juga: Beragam Versi Alasan Pembelotan Teuku Umar

Dalam buku The Dutch Colonial War In Aceh pada bagian Personalities, Monuments and Cemeteris yang berisi foto-foto perwira Belanda yang tewas di Aceh, dijelaskan, Letnan de Bruyn tewas karena perutnya tembus ditombak pejuang Aceh, sekujur badannya juga terdapat 15 luka tebasan pedang, akibat pertempuran jarak dekat dengan pejuang Aceh di Gampong Leumo, Jeuram, Aceh Barat.

Kematian de Bruyn juga ditulis oleh HC Zentgraaff dalam buku Atjeh dengan sangat detil dan menyentuh, seperti kutipan di bawah ini.

Letnan de Bruyn melakukan operasi dengan satu pasukan infantri diantara Meulaboh dan Teunom. Sedangkan perkawinan de Bruyn, sudah ditetapkan, akan berlangsung pada hari Minggu depan, sehari setelah kepulangannya dari operasi itu.

Pada detik-detik akhir itu, datanglah sebuah berita, mengenai kegiatan gerombolan Pang Anu (pejuang Aceh). Kabar itu dianggap dapat dipercaya, sehingga akan terbayanglah kesempatan memukul lawan dengan membawa sukses besar.

Baca Juga: Kisah Belanda Membuat Sayembara Kepala Teuku Umar

Jenderal Van Huetz menyetujui pasukan de Bruyn untuk melakukan operasi ke sana. Karena itu perkawinan Letnan de Bruyn akan ditunda seminggu. Ketika pasuka de Bruyn sampai di sungai kecil yang lebar dan dalam, pasukan harus menyebrang satu-satu melalui jembatan pohon pinang.

Akan tetapi, belum sampai seluruh pasukan berkumpul di seberang sungai. Di jalan setapak yang melingkar alang-alang setinggi tegak orang dewasa, menggelegar bunyi letusan senapan dari hutan sebelah kanan. Secara reflek semua serdadu menolah ke kanan. Dan mendadak dari arah kiri 60 orang Aceh menyergap pasukan itu. Rupanya, kabar adanya musuh kemarin itu hanya pancingan agar pasukan kompeni datang ke sungai tersebut.

Pertarungan itu merupakan pertempuran jarak dekat, satu lawan satu, di mana pihak lawan berada dalam posisi lebih menguntungkan. Pihak kita tahu betul, betapa orang-orang Aceh cekatan benar dalam memanfaatkan medan dan serangan.

Baca Juga: Nisero Quaestie Kisah Raja Teunom Membuat Panik Belanda

Serdadu marsose yang masih di seberang sungai tak bisa menembak, karena campur aduknya kawan dan lawan. Mereka berusaha melewati jembatan untuk membantu. Hal ini merupakan kehancuran mereka. Di seberang, satu per satu mereka disongsong lawan.

Sering kejadian dalam perang Aceh yang berlangsung lama itu, sebuah pasukan marsose di siang bolong disikat hampir seratus persen penuh tewas. Letnan De Bruyn gugur bersama serdadu lainnya. Sementara orang-orang Aceh itu mengangkut kawan-kawannya yang terluka dan merampas semua senapan dan karaben kita.

Mayat de Bruyn dan pasukannya diangkut dengan kapal putih ke Kutaradja. Seorang Nyonya Kapten menelpon Jenderal Van Huetz memberitahu kapal itu masuk dengan bendera setengah tiang. Ketika ditanyakan siapa yang tewas, Nyonya Kapten itu menjawab “de Bruyn” dan dari ujung telepon di seberang sana terdengar ucapan “Ya Tuhan.” Karena calon istri dari yang gugur itu ada di samping Van Huetz, di rumah itu, beberapa kamar dari sana. Dan boleh jadi dia sedang berkhayal indah di dekat baju pengantinnya, tentang bahagia yang sebentar lagi akan dinikmatinya. Kini Jenderal Van Huetz harus menyampaikan kepadanya bahwa tunangannya sudah tiba, tetapi tidak untuk bersanding di pelaminan pengantin, melainkan untuk berkubur di Peucut.

Belakangan hari Van Huetz mengakui, itulah tugas menyampaikan pesan yang paling meresahkan yang pernah dilakukannya. Dan hal itu samalah dengan  seseorang yang menggenggam sebilah pisau di tangannya dengan ajakan; bunuhlah dia. “chachun de nous a sa blessure”. []

spot_img

Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

spot_img

INDEKS