28.2 C
Banda Aceh
spot_img
spot_img

TERKINI

POPULER

Sejumlah Proyek APBN di Aceh Mangkrak, Kinerja BP2K Dipertanyakan

BANDA ACEH | ACEH INFO – Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) diminta untuk segera menyelesaikan kelanjutan pembangunan sejumlah proyek di Aceh, yang dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2021 dan 2022. Sejumlah proyek yang ada di Aceh tersebut kini mangkrak dan belum dapat dimanfaatkan oleh penerima.

“Kami menduga ada masalah serius di perencanaan dan sistem tata kelola barang dan jasa, sehingga berimplikasi pada pelaksanaan di lapangan,” ujar Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Alfian, Selasa, 7 Februari 2023.

Alfian mengaku, Tim MaTA juga telah menelusuri fakta di lapangan serta melakukan tracking melalui sistem elektronik dalam pengadaan barang dan jasa terhadap paket pekerjaan tersebut. Sementara sejumlah paket pekerjaan yang diduga bermasalah dan mangkrak itu dijabarkan seperti rehabilitasi bendungan daerah Krueng Pase, Aceh Utara.

Nilai pagu pada proyek rehabilitasi bendungan ini tercatat mencapai Rp56 miliar dan HPS Rp56 miliar. Sementara nilai kontrak proyek rehabilitasi bendungan Krueng Pase hanya mencapai Rp 44.800.000.000.

“Jadi 20% selisih dari Hasil Perkiraan Sendiri (HPS) atau Rp 11.200.000.000 dengan sumber anggarannya APBN 2021 yang dimenangkan oleh PT Rudy Jaya, yang beralamat di Jawa Timur,” ungkap Alfian.

Berdasarkan fakta di lapangan, progress pekerjaan rehabilitasi bendungan Krueng Pasee ini baru mencapai 35% dengan batas akhir pekerjaan yang harus selesai dilaksanakan pada Desember 2022. Hingga saat ini, MaTA melihat di lapangan tidak ada upaya untuk melanjutkan pembangunan irigasi tersebut.

“Petani mengalami gagal panen akibat kekeringan berkepanjangan saat itu. Tujuan awalnya pembangunan rehabilitasi irigasi untuk melancarkan air bagi petani sawah, sehingga para petani yang menggantungkan harapan hidupnya pada padi menjadi sejahtera, bukan malah sebaliknya,” papar Alfian.

Parahnya lagi, kata Alfian, para pihak seperti Kementerian PUPR RI dan Balai Pelaksana Pemilihan Jasa Konstruksi (BP2K) yang berkantor di Aceh tidak melakukan langkah apapun dalam mempercepat pembangunan irigasi tersebut. “Mereka tidak bertanggung jawab,” ketus Alfian.

Selain proyek rehabilitasi bendungan Krueng Pasee, pembangunan rumah susun kampus putri Institut Agama Islam Al Aziziyah juga belum selesai dikerjakan. Pagu proyek ini mencapai Rp 4.828.440.000 dan HPS Rp 4.828.440.000. Sedangkan nilai kontrak Rp 3.862.752.000. “Jadi 20% selisih kontrak dari HPS atau Rp 965.688.000 yang anggarannya bersumber dari APBN 2022. Pekerjaan ini dimenangkan oleh CV Ramai Jaya yang beralamat di Kota Banda Aceh,” ungkap Alfian.

Dari penelusuran MaTA di lapangan, progress fisik proyek pembangunan rusun putri Kampus IAI Al Aziziyah ini masih mencapai 66,67%, sementara keuangan yang sudah dicairkan mencapai 31.03%. “Saat ini pembangunannya mangkrak, lokasinya di Bireuen,” ujar Alfian.

“Akibat mangkraknya pembangunan tersebut, maka sangat merugikan bagi penerima manfaat, yang seharusnya bangunan itu sudah dapat digunakan,” jelas Alfian lagi.

Selanjutnya ada juga proyek pembangunan Rusun Ponpes Darul Ihsan Tgk Hasan Krueng Kalee yang memiliki pagu Rp 3.526.524.000 dan HPS Rp 3.526.524.000. Nilai kontrak untuk proyek ini hanya mencapai Rp 2.970.417.000 yang selisih antara HPS dengan nilai kontrak sebesar 16% atau Rp 556.107.000.

Proyek pembangunan Rusun Ponpes Darul Ihsan ini juga bersumber pendanaan dari APBN Tahun Anggaran 2022—yang tendernya dimenangkan oleh CV Asolon Utama di Banda Aceh.

Sama seperti proyek lain, pembangunan rusun itu juga mangkrak dan progress pengerjaan fisik bangunannya baru mencapai 31,82%. Sementara uang yang sudah dicairkan kepada pihak rekanan mencapai 37,08%. Proyek ini, sebut Alfian, berlokasi di Kabupaten Aceh Besar.

Kemudian ada juga proyek pembangunan rumah susun Ponpes Darul Munawwarah di Pidie Jaya yang mengalami nasib serupa. Pengerjaan fisik proyek ini baru mencapai 31,82% dan keuangan yang diterima oleh pihak rekanan mencapai 38,58%.

Pagu anggaran proyek rusun tersebut mencapai Rp 3.412.024.000 dan HPS Rp 3.412.019.000. Sedangkan nilai kontrak pengerjaan hanya mencapai Rp 2.729.615.200 yang selisih sebesar 20% atau Rp 682.403.800.

Proyek pembangunan Rusun Ponpes Darul Munawwarah tersebut dikerjakan oleh rekanan CV. Tsaraya dari Aceh Timur.

Begitu pula dengan nasib proyek pembangunan Rusun Sekolah Tinggi Ilmu Syariah Ummul Ayman di Bireuen. Proyek ini juga disebut mangkrak dan progress pembangunan fisiknya baru mencapai 35,23%, sementara keuangan yang sudah dicairkan kepada rekanan mencapai 54,60%.

Atas temuan fakta di lapangan terhadap sejumlah proyek APBN tersebut, lembaga antirasuah ini mendesak Kementerian PUPR untuk segera menyelesaikan kelanjutan pembangunan sejumlah proyek yang mangkrak itu. Menurut Alfian, penyelesaian pembangunan menjadi penting lantaran penerima manfaat atas proyek tersebut perlu diberikan kepastian.

MaTA juga meminta secara tegas kepada Kementerian PUPR untuk mengevaluasi secara menyeluruh terhadap sistem dan manajemen atas keberadaan Balai Pelaksana Pemilihan Jasa Konstruksi (BP2K) yang di Aceh saat ini. “Mereka merupakan pihak yang kami nilai bertanggung jawab atas mangkraknya pembangunan yang bersumber APBN saat ini, dimana rekanan sebagai pelaksana merupakan atas kewenangan BP2K yang telah mereka pilih,” tegas Alfian.

Selain itu, MaTA juga mendesak Kementerian PUPR RI untuk memastikan volume proyek yang telah dibangun agar sesuai dengan volume kontrak. Menurut Alfian, kepastian volume pembangunan perlu dilakukan audit fisik atas bangunan yang telah dikerjakan sehingga tidak bermasalah hukum di kemudian hari.

“Kami mendapat kabar terjadi perubahan gambar pada perencanaan awal dan begitu juga terjadi pengunduran Tim PPK pada pembangunan tersebut,” ungkap Alfian.

MaTA berharap penerima manfaat atas sejumlah bangunan bersumber APBN TA 2021 dan TA 2022 yang mangkrak tersebut terus melakukan pengawasan. Menurutnya, MaTA konsisten dalam mendorong tata kelola sistem pengadaan barang dan jasa yang lebih baik tanpa terjadinya komitmen fee sehingga melahirkan pembangunan yang berkualitas. “Dan tidak terjadinya potensi korupsi,” pungkas Alfian.[]

spot_img

Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

spot_img

TERKINI