NURSULTAN | ACEH INFO – Pasukan asing pimpinan Rusian yang dikirim untuk membantu memadamkan kerusuhan mundur di Kazakhstan ditarik mundur. Penarikan pasukan ini juga dilakukan menyusul penunjukan calon perdana menteri baru oleh Presiden Kassym-Jomart Tokayev.

Aliansi militer negara-negara bekas Soviet yang bergabung dalam Organisasi Perjanjian Keamanan Kolektif (CSTO), akan mulai meninggalkan negara Asia Tengah yang bermasalah tersebut dalam beberapa hari ke depan.

Kazakhstan dan Rusia menyebut krisis minggu lalu sebagai upaya kudeta yang diback-up oleh teroris asing, tetapi klaim itu tidak mendapat bukti kuat.

Seperti diketahui, kerusuhan di Kazakhstan terjadi setelah protes kenaikan harga gas alam cair yang berujung bentrok dan menimbulkan kematian dari para pengunjuk rasa. Protes itu juga menyebabkan sejumlah polisi Kazakhstan tewas.

Akibat protes tersebut pasukan keamanan Kazakhstan menahan hampir 10 ribu orang. Guna meredakan protes, Tokayev kemudian menunjuk Alikhan Smailov menjadi perdana menteri di Kazakhstan.

Dalam konferensi video yang disiarkan langsung pada Selasa, 11 Januari 2022 waktu setempat, Presiden Tokayev mengatakan misi utama pasukan penjaga perdamaian CSTO telah selesai.

Lebih dari 2.000 tentara CSTO dikirim pada puncak krisis pekan lalu yang terjadi di Kazakhstan. Keputusan pengiriman pasukan perdamaian tersebut merupakan misi pertama bagi CSTO, yang sering disebut-sebut oleh Moskow sebagai ekuivalen NATO. Sebelumnya CSTO enggan ikut campur dalam kerusuhan yang terjadi di Asia Tengah, wilayah yang memiliki hubungan sejarah panjang dengan Rusia.

Dilansir dari aljazeera.com, banyak yang khawatir Moskow akan menerapkan pengaruhnya dengan pengiriman pasukan dari negara-negara bekas Soviet tersebut ke Kazakhstan.

“Begitu orang Rusia berada di rumah Anda, terkadang sangat sulit untuk membuat mereka pergi,” kata Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken.[]