KAZAN | ACEH INFO – Warisan sejarah Aceh banyak yang hilang karena imbas perang dan bencana tsunami. Padahal, Aceh memiliki sejarah panjang dan aneka ragam budaya, terutama terkait Islam.
Hal tersebut diungkapkan Wali Nanggroe Aceh, PYM Malik Mahmud Al Haytar, saat berkunjung ke Tatarstan, salah satu negara Federasi Rusia. Kedatangannya ke Tatarstan tersebut, dalam rangka mengikat kerjasama antara Aceh dengan Tatarstan dalam upaya perlindungan heritage atau situs cagar budaya.
Kabag Humas dan Kerjasama Wali Nanggroe, M. Nasir Syamaun yang turut mendampingi langsung selama kunjungan di Rusia kemudian menceritakan hal ini kembali kepada awak media, Minggu, 30 Oktober 2022.
“Upaya kerjasama dalam hal perlindungan heritage dengan Tatarstan dilakukan karena negara bagian Rusia mayoritas penduduknya umat muslim tersebut memiliki banyak heritage, atau peninggalan sejarah dan budaya, yang masuk dalam daftar situs warisan UNESCO,” kata M. Nasir.
Kunjungan Wali Nanggroe ini merupakan undangan dari Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Federasi Rusia. Dalam kunjungan tersebut, Wali Nanggroe turut bertemu dengan Chairman of the Committee for the Protection of Cultural Heritage Sites of the Republic of Tatarstan (Ketua Komite Perlindungan Situs Warisan Budaya Republik Tatarstan), Ivan Gushin Nikolayevich.
Tatarstan yang beribukota Kazan merupakan negara federasi Rusia yang berpenduduk mayoritas muslim.
Dari percakapan tersebut, Wali Nanggroe turut mengulas sejarah Aceh dari era peperangan dengan Portugis, Belanda, Jepang, sejarah perjuangan memerdekakan diri dari Indonesia, hingga bencana tsunami pada 2004 lalu. “Dari yang saya perhatikan, historis Islam di Aceh sama umurnya dengan Republik Tatarstan,” kata Wali Nanggroe di awal pertemuan.
Di pertemuan tersebut, Wali Nanggroe pun menyatakan rasa kagum terhadap Tatarstan yang mampu merawat dengan baik heritage di sana. “Kami ingin mempelajari bagaimana upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat disini,” kata Wali Nanggroe.
Kunjungan tersebut turut dihadiri oleh Ketua KPA Muzakir Manaf dan staf khusus Wali Nanggroe, Kamaruddin Abu Bakar atau Abu Razak serta Dr M Raviq.
Wali Nanggroe turut menyampaikan bahwa Aceh masih kekurangan tenaga ahli dalam bidang perlindungan maupun restorasi heritage. Dia berharap dengan kunjungan tersebut dapat membuka peluang bagi Aceh untuk mengirimkan pelajar arkeologi dan sejarah ke Tatarstan. Di sisi lain, dia juga berharap ada tenaga ahli yang dapat diundang dari Tatarstan ke Aceh untuk turut sama-sama mempelajari sejarah dan membagi ilmu dalam rangka melindungi cagar budaya di daerah tersebut.
Sementara itu, Ivan menyebutkan bahwa Tatarstan baru saja memperingati 1.100 tahun kedatangan Islam pada tahun 2021 lalu. Menurutnya di Tatarstan terdapat lebih dari lima ribu objek cagar budaya dan 3.000 di antaranya merupakan heritage arkeolog.
Dia mengatakan pemerintah Tatarstan membentuk komite untuk melindungi dan merestorasi cagar budaya tersebut. Selain itu, kata Ivan, Tatarstan juga memiliki Institut Arkeologi yang memiliki sekitar 60 ahli di bidang masing-masing.
“Sama seperti di Aceh, kita juga memiliki masa-masa sulit, yaitu pada saat Soviet Union dan perang dunia kedua. Kita kehilangan banyak sekali heritage bersejarah,” cerita Ivan.
Namun untuk merestorasi situs-situs sejarah yang hancur, Pemerintah Tatarstan belakangan memberlakukan aturan ketat. Restorasi heritage di Tatarstan, menurut Ivan, hanya boleh dilakukan oleh lembaga pemilik lisensi arkeologis.
“Sangat sulit untuk mendapatkan lisensi tersebut,” tegas Ivan.
Pemerintah Tatarstan telah banyak melakukan restorasi situs-situs bersejarah, seperti masjid, dan katedral. Ivan mengakui, proyek restorasi bukan pekerjaan mudah karena itu dibutuhkan banyak ahli dalam upaya tersebut.
“Karena itu kita punya sekolah khusus restorasi. Hanya ada sekitar 15 perusahaan yang memiliki lisensi restorasi. Tanpa lisensi ini, mereka tidak bisa melakukan kegiatan restorasi,” tambah Ivan.
Terkait rencana pengiriman pelajar dari Aceh ke Tatarstan, hal itu kata Ivan sama sekali tidak tertutup kemungkinan. Dan terkait rencana untuk mendatangkan para ahli dari Tatarstan ke Aceh, ia mengapresiasi rencana tersebut.
“Ketika diundang kami akan datang. Harus direcanakan, dikumpulkan dokumen-dokumen terlebih dahulu,” saran Ivan.
Ivan juga menyampaikan terimakasih atas kunjungan delegasi Aceh yang dipimpin Wali Nanggroe ke negaranya. Ia mengaku senang mendengarkan pemaparan sejarah Aceh yang disampaikan Wali Nanggroe. Hal itu menjadi pengetahuan keilmuan baru bagi dirinya.[]
EDITOR: BOY NASHRUDDIN AGUS