28.2 C
Banda Aceh
spot_img

TERKINI

Silang Pendapat soal Aturan Pengeras Suara Masjid

JAKARTA | ACEH INFO – Ahlul baru dua bulan merantau dari Aceh ke Jakarta. Dia menyewa sebuah kamar kos-kosan di kawasan Pejambon, Gambir, Jakarta pusat.

Dinding kamar yang disewanya itu bersebelahan langsung dengan sebuah Surau. Praktis setiap waktu shalat masuk, suara azan yang dikumandangkan dari surau itu, tembus ke kamarnya.

“Saya bisa lebih menjaga waktu shalat saya,” kata Ahlul, kepada acehinfo.id.

Ada kalanya Ahlul mengaku merasa tenganggu dengan pengeras suara dari surau di sebelah dinding kamarnya. Itu misalnya ketika anak-anak menggunakan mic surau untuk melantunkan salawat.

“Kadang suara muazin yang jelek dan bacaan Alquran pengurus masjid sebelum azan yang tidak fasih juga membuat kita terganggu,” katanya.

Di salah satu lingkungan padat penduduk itu, setidaknya ada lima masjid dan surau yang jaraknya berdekatan. Lima kali dalam sehari, masjid-masjid dan surau-surau itu mengaktifkan pengeras suaranya.

“Ya kalau suara azannya jelek ‘kan terganggu juga kita. Apalagi di Jakarta ini enggak semua orang Islam,” kata Ahlul.

Baru-baru ini, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menerbitkan surat yang memuat lima poin pedoman penggunaan pengeras suara di rumah ibadah umat Islam. Di antaranya volume pengeras suara diatur sesuai dengan kebutuhan dan tidak melebihi batas 100 desibel (dB).

Pengeras suara luar bisa digunakan untuk mengumandangkan azan dan salawat, tetapi dibatasi maksimal 10 menit, selain dari takbir pada hari raya.

“Pedoman diterbitkan sebagai upaya meningkatkan ketentraman, ketertiban, dan keharmonisan antarwarga masyarakat,” kata Yaqut dalam pernyataan tertulisnya, Senin kemarin.

Aturan ini mendapatkan respon yang beragam dari masyarakat. Ada yang mendukung ada pula yang mengkritisi. Ahlul mengaku tidak mempermasalahkan aturan itu.

“Selama tidak dilarang untuk mengumandangkan azan, menurut saya tidak masalah. Bagus juga dibatasi penggunaan speaker masjid hanya 10 menit saja,” katanya.

Berbeda halnya dengan seorang warga Jakarta lainnya. “Kenapa untuk urusan umat Islam banyak sekali yang diatur sama pemerintah sekarang,” kata seorang warga Jakarta yang tak mau namanya ditulis.

Menurutnya jika terganggu dengan suara pengeras suara di masjid atau surau yang jelek, harusnya Kementerian Agama memberikan bantuan alat pengeras suara yang lebih baik kualitasnya.

“Kebanyakan apalagi di kampung-kampung alat-alatnya jelek dan udah dipakai berpuluh tahun. Jadi perlu dipirkan juga bantuan pengeras suara yang baru dan suaranya lebih baik,” katanya.

Ahlul berpendapat berbeda. Tidak hanya soal pengeras suara masjid yang harus dipikirkan, tetapi juga peningkatan kapasitas pengurus masjid juga harus diperhatikan.

“Perlu dipikirkan juga supaya tidak lagi ada pembiaran orang-orang yang suaranya dan pelafalan ayat Alqurannya jelek, menjadi muazin dan mengaji di masjid,” katanya.

Di kota-kota padat penduduk yang majemuk seperti Jabodetabek, penggunaan pengeras suara menjadi masalah tersendiri. Beberapa kasus juga pernah ada pertikaian antara warga yang musababnya hanya karena masalah penggunaan pengeras suara.

Sejauh ini sejumlah lembaga termasuk Nadhaltul Ulama, Muhammadiyah, dan Dewan Masjid Indonesia mendukung Surat Edaran Menteri Agama soal pengeras suara masjid ini. Lembaga-lembaga itu mengimbau umat Islam di tanah air untuk melihat aturan itu sebagai upaya untuk meningkatkan kerukunan antar umat beragama.[]

WARTAWAN: DINDA RIZKYA

spot_img

Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

spot_img

INDEKS