26.7 C
Banda Aceh
spot_img

TERKINI

Anggota DPR Aceh Tantawi Kritik Menteri Agama

BANDA ACEH | ACEH INFO – Menteri Agama mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musalla.

Kebijakan tersebut mendapat kritik dari berbagai pihak. Kritik juga datang dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), H. Tantawi, S.IP, MAP.

Menurut Anggota DPRA dari Fraksi Demokrat itu, aturan-aturan tentang kekhususan dan budaya yang dimiliki oleh suatu daerah di Indonesia. Hal tersebut berkaitan dengan pemberlakuan SE itu di semua wilayah di seluruh Indonesia.

“Pemerintah perlu memahami konteks sosiologis dan yuridis pemberlakuan SE ini. Misalnya untuk Aceh, kita memiliki aturan lain yang lebih kuat yaitu UU Pemerintah Aceh yang memberikan keleluasaan bagi Pemerintah dan masyarakat Aceh untuk menjalankan Syariat Islam di Aceh, salah satunya yaitu di bidang ibadah” ucap Tantawi.

Menurut Tantawi, azan dan lantunan ayat Suci Alquran melalui pengeras suara sudah menjadi bagian dari pelaksanaan syariat di Aceh. Selama ini lingkungan masyarakat Aceh yang homogen tidak pernah mempermasalahkan suara azan dari pengeras suara masjid tersebut.

“Kumandang azan dan lantunan Alquran dengan pengeras suara di masjid merupakan bagian dari pelaksanaan Syariat di Aceh, dan selama ini tidak pernah mendapat kritik dari masyarakat. Menurut hemat saya apabila penggunaan pengeras suara itu di lingkungan masyarakat yang homogen tidak akan menjadi masalah,” lanjut Tantawi.

Selanjutnya Ketua DPC Demokrat Aceh Utara demisioner itu juga mengatakan, yang diatur dalam SE tidak sesuai dengan budaya yang ada di Aceh.

“SE Menteri Agama tersebut tidak relevan bagi Aceh. Geografis Aceh saat ini terdiri dari daerah yang penduduknya homogen. Misalnya di desa yang 100 persen muslim, suara azan dan lantunan Alquran sudah menjadi bagian dari manjalankan Syariat dan kehidupan sehari-hari, apalagi selama bulan Ramadhan,” terang Tantawi.

Namun Tantawi tidak menampik pentingnya toleransi dan menghormati pemeluk agama lain yang ada di Aceh. Kelaziman yang terjadi di pedesaan pedesaan tidak sepenuhnya dapat diterima oleh lingkungan perkotaan yang masyarakatnya bersifat heterogen.

“Meskipun kita diberi keleluasaan untuk menjalankan Syariat Islam, kita juga harus menghormati saudara-saudara kita yang non-muslim yang ada di Aceh. Menurutnya, SE Menteri Agama tersebut harus dibuat secara proporsional. Selain untuk menjaga kegiatan keagamaan, juga untuk menjaga keharmonisan sosial di lingkungan masyarakat yang heterogen,” pungkas Sekretaris Fraksi Demokrat DPRA tersebut.

EDITOR : FERIZAL/RILIS 

spot_img

Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

spot_img

INDEKS