SIGLI | ACEH INFO — Masyarakat Peduli Sejarah Aceh (Mapesa) menawarkan metode edukasi sejarah sejak dini kepada pelajar melalui Tur Anak Meuseuraya Akbar dalam rangkaian Meuseuraya Akbar 2024 di Kabupaten Pidie. Para pelajar sekolah dasar dan madrasah itidaiyah diajak ke situs-situs bersejarah di Kabupaten Pidie sebagai bagian dari metode pembelajaran berbasis pengalaman.
Ketua Panitia Meuseuraya Akbar 2024, Iskandar Tungang, menyatakan bahwa pendekatan ini dirancang agar anak-anak tidak hanya memahami sejarah secara kognitif, tetapi juga merasakannya secara emosional dan afektif.
“Mereka tidak sekadar mendengar cerita sejarah, tetapi menginjakkan kaki langsung di tempat peristiwanya. Ini akan menjadi pengalaman yang membekas dan menumbuhkan kesadaran budaya secara lebih dalam,” ujar Iskandar, Senin, 26 Mei 2005.
Kegiatan dimulai dari Gedung Meusapat Ureung Pidie, dan mencakup kunjungan ke sejumlah lokasi penting seperti Makam Sultan Ma’ruf Syah, Kompleks Makam Syaikh Abdurrahim Al Madani, dan situs Benteng Kuta Asan. Di setiap titik, para siswa mendapat penjelasan dari pemandu sejarah MAPESA yang membawakan narasi dengan gaya interaktif, lengkap dengan kuis dan sesi tanya jawab.
Tak hanya belajar sejarah, anak-anak juga diajak menanam pohon sebagai simbol integrasi antara pelestarian alam dan budaya. Momentum ini menegaskan bahwa pelestarian warisan tidak terbatas pada benda dan bangunan, tetapi juga menyangkut lingkungan hidup yang menjadi bagian dari narasi sejarah itu sendiri.
Tur ditutup dengan kunjungan ke Pameran Sejarah Meuseuraya Akbar 2025, tempat peserta mengeksplorasi visualisasi sejarah lewat artefak, gambar, dan narasi multimedia. Pengalaman ini ditutup dengan sesi refleksi melalui kuis budaya dan pemberian apresiasi bagi peserta aktif.
Menurut Iskandar, inisiatif seperti ini layak menjadi model pendidikan sejarah alternatif. “Anak-anak belajar bukan hanya dengan kepala, tapi juga dengan kaki dan hati. Mereka berjalan, bertanya, dan merasakan—dan itu akan jauh lebih berarti dibandingkan sekadar membaca buku teks,” tutupnya.
Melalui kegiatan ini, Mapesa bersama mitra-mitranya berupaya menunjukkan bahwa sejarah bisa diajarkan secara hidup dan relevan, bahkan untuk anak-anak usia dini—asal metode yang digunakan tepat dan menyentuh pengalaman nyata.
Baca Juga: Meuseuraya Akbar Kerja Kolektif Melestarikan Warisan Leluhur
Situs sejarah bisa dijadikan ruang belajar aktif yang kembali bernyawa ketika generasi muda dilibatkan. Sebuah model pelestarian yang mengandalkan partisipasi, bukan hanya preservasi fisik.
Seperti pada Minggu, 26 Mei 2025, ratusan pelajar diajak ke sejumlah situs bersejarah di Kabupaten Pidie. Mereka menyimak cerita para tokoh masa lalu, dan menjelajahi jejak sejarah Aceh. Kegiatan ini tidak hanya menjadi ruang belajar, tetapi juga bentuk nyata revitalisasi situs-situs sejarah yang selama ini sunyi dari perhatian generasi muda.
“Dengan menghidupkan kembali situs-situs bersejarah melalui kunjungan anak-anak, kita menumbuhkan rasa memiliki sejak dini dan sekaligus memberi makna baru pada tempat-tempat ini. Kegiatan ini dirancang untuk menanamkan rasa cinta dan bangga terhadap budaya lokal sejak usia dini. Kami ingin anak-anak tumbuh dengan kesadaran bahwa mereka adalah pewaris dan penjaga warisan sejarah Aceh,” ujar Iskandar.
Iskandar berharap kegiatan ini dapat menjadi contoh praktik baik pendidikan sejarah berbasis pengalaman langsung. “Dengan menginjakkan kaki langsung ke tempat-tempat bersejarah, anak-anak tidak hanya belajar secara kognitif, tetapi juga secara emosional dan afektif. Kami ingin menciptakan kenangan yang membekas agar semangat pelestarian ini tumbuh bersama mereka,” pungkasnya.[]