BANDA ACEH | ACEH INFO – Pendapatan Aceh hilang sekitar Rp150 miliar dari sektor Tambahan Dana Bagi Hasil (TDBH) Migas, yang dilatarbelakangi kebijakan Dirjen Migas di Kementerian ESDM setelah menurunkan harga gas produksi pada tahun 2019. Anehnya, Pemerintah Aceh dianggap tidak melakukan upaya apapun untuk menggugat kebijakan sepihak tersebut.
Hal tersebut disampaikan Juru Bicara Fraksi Partai Aceh, Muslim Syamsuddin, dalam sidang paripurna beragendakan pandangan akhir fraksi-fraksi terhadap Rancangan Qanun Tentang Pertanggung Jawaban pelaksanaan APBA 2021 di ruang sidang paripurna DPR Aceh, Jumat, 1 Juli 2022 pagi. Sidang tersebut dibuka oleh Wakil Ketua DPR Aceh, Hendra Budian, dan dihadiri oleh Sekda Aceh, Taqwallah.
Kebijakan menurunkan harga gas produksi tersebut menurut Muslim jauh dari kontrak awal antara Pemerintah dengan Medco.
“Pada awalnya dalam kontrak tersebut adalah 9,45 USD menjadi 7,3 USD dan kemudian diturunkan lagi 6,56 USD. Kebijakan ini dibuat dengan alasan untuk memberikan subsidi PT PIM yang memproduksi pupuk subsidi,” ungkap Muslim.
Fraksi Partai Aceh menganggap kebijakan sepihak tersebut telah menyebabkan penurunan pendapatan Aceh dari sektor TDBH Migas sekitar lebih kurang Rp150 miliar. Di sisi lain, pupuk subsidi yang diproduksi PT PIM Aceh justru hanya disalurkan 10 persen untuk Aceh.
“Selebihnya dijual ke luar Aceh. Seharusnya Gubernur Aceh mengajukan protes terhadap kebijakan yang diambil Kementerian ESDM, terkhusus Dirjen Migas, akan tetapi nyatanya Gubernur tidak pernah melakukan upaya apapun sehingga Fraksi Partai Aceh menganggap kerugian lebih kurang Rp150 miliar ini merupakan kesalahan Gubernur bersama SKPA terkait,” papar Muslim.
Fraksi Partai Aceh juga meminta lembaga DPR Aceh untuk membentuk Tim Pansus terkait kebijakan yang menimbulkan kerugian daerah tersebut.
Dalam kesempatan tersebut, Fraksi Partai Aceh juga menilai Pemerintahan Nova Iriansyah tidak memiliki solusi dalam memperbaiki kondisi daerah dalam upaya mengoptimalkan berbagai sektor pembangunan. Hal ini menurut Muslim, tercermin dari jumlah sisa lebih penggunaan anggaran atau SiLPA yang setiap tahunnya begitu besar.
“Seharusnya (SiLPA tersebut) dapat bermanfaat bagi masyarakat Aceh,” kata Muslim Syamsuddin.
Selain itu, Fraksi Partai Aceh juga menilai Pemerintah Aceh terkesan menutup-nutupi progress pembangunan daerah dengan tidak memberikan dokumen detil terkait hal tersebut.
“Kami juga merasa ada keanehan dalam penyajian data pembangunan Aceh yang diberikan kepada anggota DPRA, yaitu terkesan ada yang ditutup-tutupi, terutama proyek-proyek yang bermasalah,” ungkap Muslim.
Dalam sidang tersebut, Fraksi Partai Aceh juga menyorot angka kemiskinan yang menempati urutan teratas di Sumatera dan berada di peringkat ke enam tingkat nasional. Selama Nova Iriansyah menjadi Gubernur di Aceh, kata Muslim, rakyat miskin di daerah tersebut malah bertambah. Begitu pula di sektor lainnya, yang menurutnya semuanya mengalami penurunan.
Atas hal tersebut, Fraksi Partai Aceh menyimpulkan Nova Iriansyah telah gagal dalam menjalankan tugas-tugasnya sebagai gubernur. Nova juga dianggap gagal dalam mewujudkan visi misi Aceh Hebat yang menjadi jargon pemerintah Irwandi-Nova.
“Kami Fraksi Partai Aceh memberikan predikat gubernur terburuk sepanjang sejarah Aceh,” kata Muslim.
Kendati terdapat berbagai kelemahan atas kinerja pemerintah Aceh di bawah Gubernur Nova Iriansyah yang dipaparkan Muslim, tetapi Fraksi Partai Aceh mengaku terpaksa menerima LKPJ APBA 2021.
Sebelumnya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh menggelar sidang paripurna terkait rancangan Qanun Aceh tentang Pertanggung Jawaban Pelaksanaan APBA Tahun Anggaran 2021. Sementara penyampaian Pertanggung Jawaban APBA 2021 tersebut telah dilakukan Gubernur Aceh pada Selasa, 12 April 2022 lalu.
Sidang terkait hal ini kembali dibuka pada Kamis, 30 Juni 2022 pagi dengan agenda mendengar Pendapat Banggar terhadap Raqan Pertanggung Jawaban APBA 2021. Sidang kemudian dilanjutkan dengan Tanggapan Gubernur Aceh atas Pendapat Banggar yang dilaksanakan pada Kamis malam dan pendapat akhir fraksi-fraksi DPR Aceh pada Jumat, 1 Juli 2022 pagi.[]