BANDA ACEH | ACEH INFO – Wali Nanggroe Aceh, Malik Mahmud Al Haytar, mengingatkan bahwa meski Aceh telah menikmati dua dekade perdamaian, masih banyak persoalan mendasar yang belum terselesaikan.
Menurutnya, kemajuan pembangunan di Aceh belum signifikan, bahkan dalam beberapa aspek justru mengalami kemunduran.
“Sebenarnya sebagaimana kita wajib bersyukur atas nikmat damai, kita juga tidak boleh menutup mata terhadap berbagai persoalan mendasar yang masih membayangi Aceh saat ini,” kata Malik Mahmud saat peringatan 20 tahun perdamaian Aceh.
Ia menilai, perekonomian Aceh masih bergantung pada belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA), rendahnya investasi sektor riil, serta belum tumbuhnya industri besar dan infrastruktur ekonomi berkelanjutan. Tingkat pengangguran dan ketimpangan kesejahteraan antarwilayah juga masih menjadi tantangan serius.
“Implementasi MoU Helsinki belum berjalan sepenuhnya, termasuk pengelolaan sumber daya alam, pembentukan lembaga-lembaga khusus, pengakuan simbol-simbol lokal, hingga penyelesaian masalah korban konflik,” ujarnya.
Malik Mahmud menegaskan bahwa Undang-Undang Pemerintah Aceh (UUPA) bukan hanya simbol hukum, melainkan fondasi bagi pemerintahan Aceh yang berkeadilan dan berdaulat secara administratif. Namun, ia mengkritik pemerintah kabupaten/kota hingga pemerintah Aceh sendiri yang dinilai belum serius menjalankan amanah tersebut.
“Sebagai Wali Nanggroe Aceh, saya menyampaikan ini bukan untuk menyalahkan siapa pun, tetapi sebagai bentuk tanggung jawab moral dan amanah rakyat yang telah menaruh harapan besar kepada proses perdamaian ini,” katanya.
Ia menegaskan, momentum 20 tahun perdamaian Aceh harus menjadi titik balik untuk melakukan perbaikan nyata.
“Kita tidak boleh terjebak dalam nostalgia dan seremoni. Pemerintah Aceh ke depan, baik eksekutif maupun legislatif, harus lebih transparan, lebih pro rakyat, dan lebih berorientasi pada pembangunan ekonomi yang nyata,” tegasnya.
Malik Mahmud juga menyerukan agar seluruh elemen masyarakat bersatu menjaga perdamaian dan mengisinya dengan kemajuan. “Perdamaian Aceh adalah anugerah yang mahal tetapi rapuh kalau tidak ditangani dengan baik. Ia hanya akan bertahan jika terus kita rawat, kita isi, dan kita beri makna yang dalam,” ujarnya.
Ia mengajak semua pihak untuk memperkuat semangat kolektif demi Aceh yang berdaulat, maju, dan bermartabat. “Mari kita kuatkan kembali semangat kolektif untuk menjadikan Aceh sebagai daerah yang benar-benar berdaulat dalam damai, hadir dalam pembangunan, dan bermartabat di hadapan dunia,” kata Malik Mahmud.[]