27.7 C
Banda Aceh
spot_img
spot_img

TERKINI

Aceh Hari Ini: 1 Januari 1949 Keresidenan Aceh Dibubarkan

Pemerintah pusat membubarkan Keresidenan Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat Keresidenan Aceh. Hal ini dilakukan setelah Aceh, Sumatera Timur dan Tapanuli disatukan dalam Provinsi Sumatera Utara.

Pembubaran itu juga dilakukan setelah pemerintah berhasil membentuk Dewan Perwakilan Rakyat Sumatera Utara, yang diresmikan pada 13 September 1948, setelah para anggota Dewan Perwakilan Rakyat Sumatera Utara menggelar sidang di Tapaktuan, Aceh Selatan. Sidang pembentukan tersebut dihadiri oleh para anggota Dewan Perwakilan Rakyat Sumatera Utara dari Aceh, Sumatera Timur, dan Tapanuli.

Berkaitan dengan hal tersebut, masih pada 1 Januari 1949, Badan Pekerja Dewan Perwakilan Rakyat Keresidenan Aceh, menyerahkan jabatan-jabatan Keresidenan Aceh kepada Provinsi Sumatera Utara. Maka sejak hari itu Pemerintah Umum Keresidenan Aceh dinyatakan tidak ada lagi. Penjelasan tersebut disampaikan melalui Maklumat Residen Aceh No.73-M.R.A.

Meski demikian pemerintahan Provinsi Sumatera Utara dijalankan di Banda Aceh. Selain itu Aceh saat itu masih menjadi pusat penghubung diplomasi Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) dengan wakil-wakil Indonesia di luar negeri.

Baca Juga: Matra dan Prof TA Sanny Bicara Pembangunan Kearifan Lokal Aceh

Sehari setelah pengumuman pembubaran Residen Aceh, yakni pada 2 Januari 1948, LN Palar wakil Indonesia di luar negeri meminta kepada Gubernur Sumatera Utara di Banda Aceh, MR SM Amin tentang data-data pemerintahan Daerah Modal (Aceh) untuk dijadikan bahan diplomasi di luar negeri. Aceh telah menjadi pengganti peranan pusat pemerintahan Yogjakarta yang telah dikuasi Belanda, biaya dan bahan-bahan untuk diplomasi Indonesia di luar negeri semuanya disuplay dari Aceh.

Namun, ditetapkannya Banda Aceh sebagai ibu kota Provinsi Sumatera Utara ini juga menyebabkan itensitas serangan Belanda ke Aceh semakin meningkat. Keadaan di front Sumatera Timur semakin genting, karena adanya pemusatan tentara Belanda di Tanjung Pura. Tujuannya, untuk serangan besar ke Pangkalan Brandan, dan Aceh.

Aceh sebagai daerah modal dan benteng terakhir Republik Indonesia saat itu, tak menginginkan Belanda masuk. Belanda harus dihadapi di luar Aceh, karena itu pula Angkatan Perang Divisi X dari Aceh dikirim ke front Medan Area untuk menghalau Belanda mendekati perbatasan Aceh. Komandan Resimen Tentara Pelajar Islam (TPI) Aceh juga memberi kuasa kepada Kepala Staf Komando Seksi III Bagian Penerangan, Teuku Usmanbasjah untuk membentuk koresponden perang di setiap batalyon dan kompi di seluruh Aceh.

Baca Juga: Bank Aceh Bisa Jadi Duta di Level Nasional

Tiga hari kemudian, Panglima Tentara Teritorial Sumatera Kolonel Hidajat mengeluarkan sebuah komunike yang berisi seruan agar rakyat dan angkatan perang melakukan perlawanan totaliter, bumi hangus, dan gerilya ofensif. Menjawab komunike itu pasukan-pasukan dari Aceh terus dikirim ke Sumatera Timur untuk menghalau militer Belanda.

Lebih lengkap tentang hal tersebut bisa dibaca dalam buku Sekali Republiken Tetap Republiken diterbitkan oleh Lembaga Sejarah Aceh (LSA) pada tahun 1990. Buku ini ditulis oleh Teuku Alibasjah Talsya, pelaku pejuang kemerdekaan di Aceh. [**]

spot_img

Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

spot_img

INDEKS