31.7 C
Banda Aceh
spot_img
spot_img

TERKINI

Enam Jejak Memori Tsunami Aceh

TSUNAMI pernah menghumbalang Aceh pada 26 Desember 2004 lalu. Gelombang pasang tersebut terjadi usai gempa berkekuatan besar mengguncang Samudera Hindia pada Minggu pagi, yang merenggut ratusan ribu nyawa. Wilayah pesisir Aceh, seperti Banda Aceh, Aceh Besar, Aceh Jaya dan Meulaboh pun porak poranda.

Bencana yang menurut ahli masuk dalam lima besar kejadian terhebat sepanjang abad 21 itu kini masih membekas kuat dalam ingatan para penyintas. Namun, diharapkan kejadian yang pernah mengubah wajah Aceh itu turut menjadi pelajaran bagi generasi muda di Tanoh Rencong.

Inilah yang kemudian membuat warga Aceh, khususnya Banda Aceh dan Aceh Besar, menjaga beberapa situs yang berkaitan dengan tsunami Aceh. Situs ini belakangan menjadi daya tarik pariwisata dan peneliti dari seluruh negara yang ingin belajar serta mengetahui sejarah tsunami Aceh itu.

Beberapa situs tsunami tersebut seperti Kapal PLTD Apung, Kapal di Atas Rumah Lampulo, Masjid Baiturrahim Ulee Lheue, Kubah Masjid Gurah di Peukan Bada, dan tentu saja Kuburan Massal Siron serta Kuburan Massal Ulee Lheue tempat bersemayam ribuan syuhada korban tsunami Aceh.

Berikut ulasan sekilas yang disusun acehinfo.id terkait beberapa situs perawat ingatan tsunami Aceh tersebut:

Kapal PLTD Apung

Kapal Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) Apung memiliki panjang 63 meter dan berat mencapai 2.600 ton. Sebelumnya kapal tersebut diaktifkan sebagai mesin pembangkit listrik yang kekuatan dayanya mencapai 10,5 megawatt dan ditambatkan di kawasan Pelabuhan Ulee Lheue, Banda Aceh.

Namun, kapal berbobot berat itu tak kuasa menahan gelombang tsunami pasca gempa berkekuatan di atas 9 skala richter pada Minggu, 26 Desember 2004 silam. Kapal besi yang memiliki cerobong uap itu pun terseret sejauh 5 Km dari tempat awalnya berlabuh ke kawasan Gampong Punge Blang Cut, Banda Aceh.

Bahtera itu pernah menjadi malapetaka yang membuat banyak rumah penduduk hancur saat tsunami. Namun, di sisi lain, kapal besi itu juga turut menyelamatkan para penyintas dari amukan gelombang pasang pada musibah itu. Kapal itu juga sempat menjadi lokasi pengungsian darurat warga korban bencana setelah beberapa jam disapu air laut.

Sejak itu, kapal yang turut membantu memasok daya listrik untuk warga Kota Banda Aceh dan Aceh Besar itu bertambat di daratan tersebut. Kapal ini kelak dijadikan sebagai salah satu situs tsunami di Banda Aceh dan turut menjadi museum edukasi tentang bencana dahsyat 18 tahun silam itu.

Kapal di Atas Rumah Lampulo

Kapal di atas rumah di kawasan Lampulo, Banda Aceh tersebut sejatinya adalah kapal nelayan. Kapal ini sering digunakan masyarakat Lampulo untuk melaut sebelum tsunami melanda Aceh.

Saat bencana gempa dan tsunami meluluhlantakkan Aceh, kapal nelayan itu berlabuh di Dermaga Lampulo. Jaraknya sekitar satu kilometer dari lokasi sekarang, tempat kapal itu bertengger di atas rumah.

Kapal di atas rumah Lampulo ini merupakan satu dari sekian banyak kapal milik nelayan yang nangkring di atas bangunan usai bencana pada 26 Desember 2004 silam melanda Aceh. Namun, warga setempat mempertahankan kapal yang satu ini sebagai perawat ingatan peristiwa tsunami sekaligus sebagai edukasi mitigasi bencana bagi generasi Aceh masa depan.

Saat ini, kapal nelayan di atas rumah Lampulo itu turut menjadi destinasi wisata bagi Kota Banda Aceh. Banyak wisatawan turut bertandang ke lokasi kapal yang lego jangkar di atas rumah itu.

Masjid Baiturrahim Ulee Lheue

Masjid Baiturrahim berada di kawasan pesisir Gampong Ulee Lheue, Kecamatan Meuraxa. Bangunan tempat peribadatan ummat Muslim itu pernah menjadi saksi bisu tingginya gelombang tsunami yang mengamuk di Banda Aceh. Jarak bangunan masjid itu hanya sepelemparan batu dari muka laut. Namun, bangunan ini bertahan dari amukan gelombang meski sebagian besar gedung dan perumahan penduduk di sekitarnya hancur rata dengan tanah.

Saat ini, masjid tersebut kembali diaktifkan sebagai tempat ibadah warga masyarakat sekitar. Saban tanggal 26 Desember, warga setempat turut menggunakan Masjid Baiturrahim ini untuk lokasi memperingati musibah tsunami Aceh. Di masjid tersebut juga terdapat museum mini tentang sejarah tsunami Aceh yang kerap mengundang perhatian wisatawan selama berada di lokasi.

Kubah Masjid Gurah Peukan Bada

Kubah Masjid Gurah itu merupakan salah satu bukti daya hancur gempa dan tsunami yang pernah melanda Aceh di kawasan Peukan Bada, Aceh Besar. Kubah tersebut awalnya merupakan salah satu bagian bangunan masjid dari Desa Lamteungoh, Peukan Bada. Namun, ketika tsunami terjadi, kubah masjid itu terbawa arus hingga terdampar sejarak 2 Km di areal persawahan warga, di Desa Gurah, Kecamatan Peukan Bada, Aceh Besar.

Keberadaan Kubah Masjid di Gurah ini turut menjadi perhatian para pelancong yang ingin mengetahui sejarah tsunami di Aceh.

Kuburan Massal Siron

Kuburan massal Siron adalah salah satu lokasi tempat pemakaman para korban gempa dan tsunami Aceh, pada 26 Desember 2004 lalu. Lokasinya berada di Jalan Soekarno-Hatta, tepatnya di Desa Siron, Kecamatan Ingin Jaya, Aceh Besar.

Di pemakaman ini disemayamkan sekitar 47 ribu jiwa korban bencana tsunami Aceh. Tidak ada nisan identitas masing-masing korban yang dimakamkan di sana. Hanya ada lapangan rumput luas, dengan beberapa balai dibangun untuk para peziarah yang ingin berdoa ada di situ.

Kuburan Massal Siron bukan satu-satunya tempat perisitirahatan akhir bagi korban tsunami Aceh. Sebagian korban lain yang jasadnya ditemukan masa tanggap darurat juga turut disemayamkan di lokasi pemakaman massal Ulee Lheue, Banda Aceh. Lokasi kuburan massal ini berada tepat di depan “hidung” bangunan Rumah Sakit Umum Meuraxa di Gampong Pie, Kecamatan Meuraxa, Banda Aceh.

Selain itu, warga korban bencana yang meninggal dunia juga dikuburkan di beberapa tempat pemakaman massal lainnya. Ada juga kuburan massal di kawasan Lhoknga yang tak jauh dari lapangan golf saat ini. Kompleks pemakaman massal korban tsunami Aceh juga dapat ditemui di kawasan Meulaboh bahkan di Pulau Baguk, Aceh Singkil.

Museum Tsunami Aceh

Museum Tsunami Aceh merupakan gedung baru yang dibangun untuk mengingat bencana besar pada 26 Desember 2004 lalu di Aceh. Bangunan ini sengaja dirancang sebagai monumen simbolis untuk bencana gempa dan tsunami yang berpusat di Samudera Hindia pada 2004 lalu itu.

Dirancang oleh arsitek Bandung, Ridwan Kamil, bangunan Museum Tsunami berkonsep Rumoh Aceh dan on escape hill dan sebagai referensi utamanya adalah nilai-nilai Islam, budaya lokal, dan abstraksi tsunami. Bangunan museum ini juga memiliki struktur empat lantai dengan luas 2.500 m2. yang dinding lengkungnya ditutupi relief geometris.

Lorong ingatan serta sumur doa merupakan salah satu ruangan yang sengaja diciptakan sang arsitektur untuk menciptakan kembali suasan dan kepanikan saat tsunami meluluhlantakkan Aceh. Ada ribuan nama para korban bencana yang ditempel di sumur doa itu.

Selain perannya sebagai tugu peringatan bagi korban tewas, museum ini juga berguna sebagai tempat perlindungan dari bencana semacam ini pada masa depan, termasuk “bukit pengungsian” bagi pengunjung jika tsunami terjadi lagi.[]

spot_img

Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

spot_img

INDEKS