29.7 C
Banda Aceh
spot_img

TERKINI

3 Februari; Tragedi Arakundo

BANDA ACEH | ACEH INFO – Bandul jam kala itu menunjukkan pukul satu dinihari. Ada suara tembakan yang terdengar dari arah barat Koramil, lalu disusul oleh kedatangan beberapa truk tentara. Tembakan masih menyalak, sontak diarahkan ke kerumunan massa. Dalam rentetan suara senjata, truk itu kemudian menghadang sejumlah mobil, salah satu angkutan pick-up berisi rombongan pengunjung ceramah.

Seorang saksi mata, Husaini, seperti dikutip dalam buku “Fakta Bicara: Mengungkap Pelanggaran HAM di Aceh, 1989-2005” mengaku melihat orang-orang dalam mobil lompat dan berhamburan di jalan. Namun, suara tembakan yang terus menyalak merubuhkan mereka satu per satu.

“Setelah tembakan, jelas terdengar suara-suara teriakan kesakitan,” ujar Husaini, yang pernyataannya tersebut dikutip dalam website kontrasaceh.or.id.

Husaini dalam kesaksiannya menjelaskan peristiwa yang terjadi di Idi Cut, Aceh Timur pada Rabu dinihari, 3 Februari 1999. Peristiwa tersebut belakangan dikenal dengan Tragedi Arakundo.

Berdasarkan catatan KontraS, dalam kejadian tersebut juga terdapat 58 korban tembak yang dinaikkan ke dalam truk aparat. Ada yang sudah meregang nyawa, namun sebagian masih tertatih didera luka-luka. Ada juga yang bersembunyi di selokan-selokan tepi jalan. Namun, dalam catatan KontraS, kepastian terkait jumlah korban masih beragam.

“Goni-goni yang telah berisi manusia itu kemudian diberi batu pemberat dan terakhir dilemparkan dalam sungai Arakundo. Hal ini dapat dibuktikan berdasarkan temuan mayat-mayat korban pada 4 dan 5 Februari 1999,” demikian tertulis dalam laporan tersebut.

Adapun penelusuran Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) yang tertuang dalam buku ‘Aceh, Damai dengan Keadilan? Mengungkap Kekerasan Masa Lalu’ (2006) disebutkan, tragedi Idi Cut merupakan satu dari serangkaian kasus kekerasan yang muncul saat Operasi Wibawa yang berlangsung sejak 2 Januari 1999. Operasi tersebut merupakan operasi militer gabungan pertama yang diberlakukan setelah pencabutan status Daerah Operasi Militer (1989-1998).

Berdasarkan penelusuran KontraS, operasi ini sebagai respon atas penculikan terhadap tujuh orang prajurit AD di Lhoknibong pada 29 Desember 1998. Kejadian itu menjadi alasan Pangdam I Bukit Barisan, Mayjen Ismet Yuzairi untuk mengirim pasukan ke Aceh.

Ketika itu, pasukan yang dikerahkan mencapai 4 SSK (Satuan Setingkat Kompi) sekitar 400 prajurit, dari Linud 100/Pematang Siantar, Binjai – Sumatera Utara. Komandan Operasi Wibawa  ini adalah Kapolres Aceh Utara, Letkol Iskandar Hasan.

“Dalam masa itu, metode yang gunakan oleh tentara adalah peralihan kekerasan militer ke rakyat dengan menciptakan kelompok yang tak dikenal sebagai alat untuk memudahkan mereka kembali bertindak brutal dengan provokator sebagai kambing hitam,” demikian catatan KontraS.

Peristiwa Idi Cut adalah satu dari lima kasus yang disarankan Amnesty International untuk diproses secepatnya oleh Komisi Independen Pengusutan Tindak Kekerasan di Aceh (KPTKA). Meski Jaksa Agung sudah melaksanakan investigasi pada November 1999, sejauh ini belum ada pihak yang diadili atas tindak kekerasan ini.[]

spot_img
Kontributor :KontraS Aceh

Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

spot_img

INDEKS