Pada Kamis, 1 Maret 2001 terjadi baku tembak antara pasukan GAM dengan TNI di Idi Rayeuk. Perang terjadi mulai pukul 18.00 WIB. Sampai Jumat, 2 Maret 2001 kota kecil di Aceh Timur itu dikuasi oleh GAM.
Dampak dari perang itu sangat besar. Masyarakat harus mengungsi, Idi Rayeuk jadi kota api, 133 rumah, 177 ruko, dan 33 boat milik masyarakat musnah terbakar, tiga masyarakat sipil meninggal dan puluhan lainnya luka-luka.
Warga yang kehilangan tempat tinggal dan takut dengan situasi yang sangat buruk waktu itu, mengungsi ke tempat-tempat yang dianggap lebih aman. Pada saat itu ada 11 tempat konsentrasi pengungsian di Kecamatan Idi Rayeuk. Sebuah kota kecil yang jaraknya 370 kilometer arah timur Kota Banda Aceh. Jumlah pengungsi di 11 kamp pengungsian tercatar 4.559 jiwa dari 1.011 keluarga.
Baca Juga: Kisah Hantu Blang Bintang dan Teror Terhadap Jepang
Menurut keterangan resmi Pemerintah Kabupaten Aceh Timur saat itu, kebanyakan dari pengungsi itu merupakan perempuan dan anak-anak. Mereka adalah warga yang tempat tinggal dan tempat usahanya terbakar. Sementara sebagian warga yang masih memiliki tempat tinggal, meski sempat mengungsi kemudian bersedia kembali ke tempat asalnya.
Kondisi pengungsi di kamp-kamp sangat memprihatinkan. Menu makanan mereka jauh dari standar gizi yang baik. Begitu juga dengan tempat penampungan yang sangat tidak layak huni. Bahkan sebagian masyarakat ada yang menjadi “manusia kapal” yang tinggal di atas boat atau kapal-kapal nelayan. Kota Idi Rayeuk yang sebelumnya ramai dengan aktivitas masyarakat, menjadi kota yang angker dengan puing-puing kehancuran. Idi Rayeuk menjadi kota mati setelah insiden itu.
Perang Idi Rayeuk telah menyebabkan bencana kemanusiaan. Bantuan kepada korban sangat minim. Henry Dunant Centre (HDC) lembaga yang memfasilitasi proses perdamaian Aceh kemudian mengambil inisiatif menyalurkan bantuan untuk merehabilitasi sarana milik masyarakat yang rusak. Untuk program kemanusiaan itu HDC menyumbang US$ 50.000 atau sekitar Rp 500 juta. Dana itu disalurkan melalui Komite Bersama Aksi Kemanusiaan (KBAK) Damai Melalui Dialog (DMD).
Baca Juga: TKR Aceh Menjadi Tentara Republik Indonesia
Jika dilihat dari kerusakan akibat perang di Idi Rayeuk, jumlah bantuan itu sangatlah minim. Menyadari keterbatasan itu, KBAK melakukan koordinasi dengan Pemerintah Provinsi Aceh dan Pemerintah Kabupaten Aceh Timur. Beberapa pertemuan dengan wakil gubernur dan wakil bupati dilakukan di sekretariat DMD. Hasilnya disepakati pendanaan bersama(joint funding) Rp 500 juta dengan perbandingan pemerintah provinsi Rp300 juta dan pemerintah kabupaten Rp 200 juta, sehingga total bantuan yang disalurkan ke Idi Rayeuk mencapai Rp 1 miliar.
Untuk menjemin terlaksananya penyaluran bantuan yang baik, HDC dan KBAK melakukan koordinasi dengan Menkopolsoskam Susilo Bambang Yudhoyono, Pangdam I/Bukit Barisan, dan unsur Muspida Aceh Timur. Untuk kelancara program kemanusiaan tersebut Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Sosial dilibatkan secara aktif. Pelaksanaan proyek kemanusiaan tersebut difokuskan kepada orang-orang yang terimbas konflik secara langsung.
Untuk mendapatkan data yang benar dan akurat, dilakukan investigasi dan verifikasi bersama antara pemerintah daerah setempat dengan KBAK, TMMK, HDC, dan Unit Informasi Publik (UIP) HDC. Beberapa hal yang bersifat tekhnis dibicarakan dalam pertemuan tertutup antara KBAK, HDC dan Pemda.
Baca Juga: Amir Husein Al Mujahid Kudeta Teuku Nyak Arief
Salah satu hasil dari pertemuan itu adalah diputuskan perlu adanya jaminan keamanan secara tertulis dari pihak GAM dan RI untuk kelancaran bantuan ke Idi Rayuek. Jaminan keamanan itu diupayakan ditandatangani oleh Kodim dam Polres Aceh Timur selaku pemegang otoritas keamanan di daerah Idi Rayeuk yang mewakili RI, serta panglima dan wakil panglima GAM wilayah Peureulak.
Untuk mendapatkan jaminan keamanan tersebut, HDC memfasilitasi sebuah perjanjian antara RI dan GAM untuk menyukseskan program rehabilitasi Idi Rayeuk. Draf perjanjian dirancang. Perancangan perjanjian itu dihadiri oleh David Gorman (HDC), Teuku Kamal dan Saifuddin Gani (KBAK RI), Tgk Ilyas M Abed dan Hasbi Abdullah (KBAK GAM), Wakil Bupati Aceh Timur Drs Nabhani, Wakapolres Aceh Timur M Saimi, dan Dandim Aceh Timur diwakili Kasdim Mayor Azmi B.
Isi perjanjian itu diantaranya, pihak RI dan GAM sepakat untuk menjamin agar tidak terjadinya insiden yang dapat mengganggu kelancara program kemanusiaan di Idi Rayeuk. Setelah draf perjanjian itu dibuat dan diserahkan ke Komite Bersama Masalah Keamanan (KBMK) untuk dibahas dan dipelajari serta menentukan tata cara penandatanganan perjanjian tersebut. Pada saat yang sama KBAK, KBMK, TMMK, HDC dan Muspida Aceh Timur melakukan pengecekan terakhir ke Idi Rayeuk sebagai final need assassmant sebelum pelaksanaan proyek kemanusiaan rehabiliatsi Idi Rayuek dilakukan.[]