27.3 C
Banda Aceh
spot_img
spot_img

TERKINI

Bank Digital Bajaj Seharga Mercy atau Bajaj ‘Transformers’

JAKARTA | ACEH INFO – Investor kawakan Tanah Air, Lo Kheng Hong membeberkan alasannya ogah berinvestasi di saham-saham bank digital yang saat ini digandrungi banyak investor.

Menurut Lo, saat ini, di portfolionya saat ini tidak ada satu pun saham bank digital Tanah Air yang dibelinya.

“Di portofolio saya sama sekali tidak ada perusahaan digital, sangat mengerikan buat saya sebagai seorang value investor,” kata Lo Kheng Hong, dalam diskusi virtual, Selasa malam (8/2/2022).

Dia membeberkan, saat ini banyak bank digital itu, secara valuasi harga saham dibanding nilai bukunya (price to book value) sangat mahal, bisa sampai 50 kali nilai buku. Sedangkan, asetnya justru kecil, di bawah Rp 10 triliun.

“Tidak mungkin dong saya beli bank kecil, bank kecil aset di bawah Rp 10 triliun tapi price to book 50 kali. Sedangkan ada bank yang asetnya Rp 200 hingga Rp 300 triliun price to book hanya 0,5. Jadi, tidak mungkin saya beli,” kata investor yang kerap dijuluki Warren Buffett Indonesia ini.

Dia mengibaratkan, membeli saham-saham bank digital, yang belakangan ini cukup atraktif di pasar harga sahamnya, sama saja seperti membeli bajaj yang dijual dengan harga mobil mewah Mercedez Benz. Untuk itu, Lo, memilih untuk tidak membeli saham perusahaan tersebut.

“Bajaj dijual harga Mercy saya tidak mau beli. Tapi kalau Mercy yang dijual harga Avanza saya mau beli,”

Memang akhir-akhir ini bank-bank mini yang rencananya dirombak menjadi bank digital harga sahamnya melesat tajam. Tapi apakah benar membeli saham-saham bank digital tersebut adalah Bajaj yang dijual seharga Mercy atau ternyata disokong dengan teknologi yang memadai, Bajaj yang dimaksudkan ternyata mampu berubah menjadi robot canggih bak di film Transformers?

Beberapa bank mini yang dirombak menjadi bank digital seperti PT Bank Jago Tbk (ARTO) milik bankir senior Jerry Ng yang juga dikuasai oleh bos Northstar Patrick Walujo serta Gojek nilai kapitalisasi pasarnya naik kencang.

Kemudian ada PT Allo Bank Tbk (BBHI) yang sebelumnya bernama Bank Harda International yang diakuisisi pengusaha kondang Tanah Air Chairul Tanjung, harga sahamnya terbang tak kalah tinggi.

Sepanjang tahun 2021, kinerja harga saham BBHI melesat sampai 5.264%. Selain dua saham tersebut masih ada saham lain seperti PT Bank Bumi Artha Tbk (BNBA) hingga PT Bank Neo Commerce Tbk (BBYB) yang terbang sampai 800%.

Kenaikan harga saham yang tajam tersebut membuat valuasi bank mini jadi terlihat ‘mahal’. Jika menggunakan metode valuasi yang umum dipakai di industri keuangan seperti Price to Book Value (PBV), maka terlihat sangat premium.

Dengan modal atau ekuitas sebesar Rp 8,1 triliun sedangkan market cap mencapai Rp 220 triliun maka rasio PBV ARTO mencapai 27x. Jauh lebih tinggi dari rerata valuasi bank-bank kakap yang berada di kisaran 2-4x.

Namun banyak yang menilai metode valuasi konvensional sudah kurang relevan digunakan untuk menilai seberapa besar nilai intrinsik dari bank-bank digital. Meskipun model bisnis bank tetap funding dan lending, fokus bank-bank digital adalah pengembangan ekosistem.

Pada contoh kasus ARTO yang paling populer dan menjadi pionir dan tergabung dalam ekosistem Gojek serta Tokopedia (GoTo), integrasi layanan di sepanjang mata rantai industrinya dan ekosistem digital yang dimiliki menjadi sumber pertumbuhan bagi bank.

Bayangkan saja Gojek saat ini memiliki lebih dari 30 juta pengguna aktif setiap bulannya. Gojek juga sudah masuk ke ekosistem e-commerce lewat aksi korporasi berupa merger dengan Tokopedia yang memiliki jutaan mitra bagi UMKM.

Artinya ARTO bisa meraup pendanaan dari pengguna aktif Gojek maupun Tokopedia yang besar jika nantinya integrasi sudah berjalan penuh.

Dengan menyediakan layanan keuangan kepada pengguna aktif Gojek serta Tokopedia yang sifatnya transakasional, maka ini bisa jadi sumber pertumbuhan pendapatan ARTO terutama dari sisi fee based income.

Di sisi lain akses ke jutaan mitra atau merchant juga membuka ruang penyaluran kredit yang lebih luas. Apalagi mayoritas mitra Gojek dan Tokopedia merupakan UMKM yang dari sisi kredit sangat menarik dan prospektif karena yield yang ditawarkan jauh lebih menarik.

Sehingga model bisnis yang lebih agresif tersebut harus divaluasi dengan metode yang berbeda pula. Lembaga konsultan global McKinsey and Company dalam risetnya tentang perbankan digital menggunakan contoh kasus KakaoBank.

Model valuasi yang digunakan dalam kasus KakaoBank adalah Customer Value based. Menurut McKinsey, rata-rata deposit bank digital di Asia per usernya berada di kisaran US$700-1.040.

Jika menggunakan model valuasi yang dipakai McKinsey untuk kasus ARTO dengan asumsi jumlah pengguna 50% saja pengguna aktif Gojek menggunakan layanan ARTO dengan average deposit US$ 700 maka valuasi ARTO mencapai US$ 10,5 miliar atau setara dengan Rp 150 triliun dengan kurs rupiah saat ini.

Setidaknya model valuasi ini lebih menggambarkan model bisnis bank digital.

Lagipula digital bank nantinya akan beroperasi secara branchless artinya akan lebih efisien dari sisi operasional karena tak harus mengeluarkan biaya untuk membeli properti atau sewa Gedung serta jumlah karyawan lebih sedikit.

Jika fungsi intermediasinya diarahkan untuk meraup dana murah (CASA) yang tinggi serta menyalurkannya ke aset-aset produktif dengan yield tinggi seperti kredit ke UMKM maka rasio-rasio profitabilitas bank akan sangat besar. Bisa mengungguli bank-bank konvensional saat ini.

Itulah yang membuat pasar cenderung memberikan valuasi premium kepada bank-bank mini yang disulap menjadi bank digital tidak hanya pada ARTO saja tetapi juga bank mini lain.

Sebenarnya model valuasi PBV masih sangat relevan karena bisnis model bank digital tetaplah memutarkan uang nasabah untuk disalurkan sebagai pinjaman ke debitur. Namun melihat valuasi ini tok akan cenderung bias dan bisa salah interpretasi sehingga model PBV bank digital harus di-compare dengan bank digital lain peers-nya tidak bisa dengan bank konvensional dan juga harus didampingi dengan model valuasi lain.

Hanya saja, dalam memvaluasi seorang investor maupun analis harus menggunakan asumsi-asumsi yang rasional mengingat bak startup ke depanya berbagai pihak menyebut akan banyak bank digital yang gagal karena tidak disokong oleh ekosistim yang kuat.

Di sinilah tugas investor untuk memilih mana bank digital Bajaj yang dihargai Mercy dan manakah bank digital yang merupakan Bajaj ‘Transformers’ yang tersembunyi.[]

spot_img
Kontributor :CNBC Indonesia

Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

spot_img

INDEKS