SIGLI | ACEH INFO – Mantan pasukan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) jebolan Tripoli-Libya se-Aceh tidak mengakui lagi Muzakir Manaf sebagai pemimpin Komite Peralihan Aceh (KPA)/Partai Aceh. Mereka juga menolak Kamaruddin Abubakar sebagai Wakil Ketua KPA/PA Pusat.
Penolakan tersebut dideklarasikan sekumpulan eks-Tripoli di Kantor Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Aceh (PA) Pidie kawasan Keunire, Kecamatan Pidie, pada Kamis, 17 Maret 2022.
Hadir dalam deklarasi penolakan tersebut Ketua Mu’alimin Pusat Tgk Zulkarnaini bin Hamzah alias Tgk Ni. Sementara pernyataan sikap tersebut dibacakan Muhammad Ridwan atau Raja Wan.
“Kami telah mengambil sikap untuk tidak mengikuti dan tidak mengakui lagi Muzakir Manaf dan Kamaruddin Abubakar masing-masing sebagai Ketua KPA/PA Pusat dan Wakil Ketua KPA/PA Pusat, terhitung sejak surat ini dikeluarkan dan ditandatangani bersama,” kata Raja Wan.
Dalam deklarasi tersebut, eks-Tripoli tersebut juga berharap kepada Ketua Mu’allimin Pusat Tgk Ni untuk mengambil keputusan agar roda perjuangan Aceh Merdeka dapat berjalan sebagaimana mestinya.
Baca: Kata Abu Razak Terkait Mossi Tidak Percaya Eks-Tripoli
Alumni Libya ini beralasan proses perdamaian di Aceh justru tidak berjalan sesuai kesepakatan antara Gerakan Aceh Merdeka dengan RI selama kepemimpinan KPA/PA berada di bawah Muzakir Manaf-Kamaruddin Abubakar. Mereka menyebutkan banyak implementasi MoU Helsinki yang hingga saat ini belum terlaksana, seperti Lambang dan Bendera Aceh. Selain itu, banyak kekhususan Aceh lainnya yang belum terlaksana seperti kesepakatan damai pada 15 Agustus 2005 lalu.
“Sebenarnya itu merupakan tanggung jawab Ketua KPA Aceh dan Wakil Ketua KPA Aceh Muzakir Manaf dan Abu Razak, namun hingga saat ini tidak dilakukan seperti yang menjadi tanggung jawab mereka semestinya,” kata Raja Wan.
Mossi tidak percaya tersebut juga dikeluarkan setelah banyaknya terjadi perpecahan di internal mantan kombatan GAM selama berada di bawah kepemimpinan Muzakir Manaf. Sayangnya, menurut Mu’allimin se-Aceh tersebut, petinggi KPA/PA justru tidak memediasi dan memperbaiki perpecahan ini.
Mantan didikan Tripoli tersebut juga menyayangkan sikap pemimpin KPA/PA yang tidak melakukan musyawarah ketika mengambil keputusan terkait organisasi.
Mereka juga menyayangkan hilangnya beberapa poin kekhsususan Aceh yang sudah masuk dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh. “Kami sangat menyayangkan sikap Muzakir Manaf sebagai Ketua KPA Pusat dan Kamaruddin Abubakar selaku Wakil Ketua PA/KPA Pusat, yang mengambil keputusan tentang kepentingan Aceh secara pribadi, seperti menerima Pilkada serentak di Aceh pada tahun 2024,” kata Raja Wan membaca keputusan Mu’allimin se-Aceh.
Padahal, menurut mereka, Wali Nanggroe Aceh Malik Mahmud Al Haytar telah menginstruksikan agar Pilkada Aceh tetap dilaksanakan seperti yang diatur dalam UUPA. Jika merujuk ke UUPA, “seharusnya Pilkada Aceh dilakukan pada tahun 2022 bukan pada tahun 2024.”
Menurutnya masih banyak lagi permasalahan lain yang dilakukan Muzakir Manaf dan Kamaruddin Abubakar yang kontraversial. Namun pihaknya tidak menyebutkan hal tersebut dalam surat pernyataan tersebut.[]