28.5 C
Banda Aceh
spot_img
spot_img

TERKINI

Ini Alasan Komisi V DPRA Sepakat Hentikan Program JKA

BANDA ACEH | ACEH INFO – Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Aceh dinilai tidak transparan dalam pengelolaan dan data kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Inilah yang membuat Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) melakukan evaluasi terhadap lembaga khusus yang turut bertugas menyelenggarakan Jaminan Kesehatan Aceh (JKA).

Ketua Komisi V DPRA, M Rizal Falevi Kirani mengakui adanya ketidakjelasan data kepesertaan BPJS Kesehatan Aceh, baik yang terdata di JKA maupun JKN. Dia menilai selama ini pelayanan BPJS Kesehatan kepada masyarakat juga tidak optimal.

Selain itu, menurut Falevi, banyak jenis penyakit justru tidak masuk dalam pelayanan yang diberikan BPJS Kesehatan. Padahal penyakit-penyakit tersebut terbilang kronis dan membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

Dengan segudang masalah tersebut, maka Badan Anggaran (Banggar) DPRA bersama Tim Anggaran Pemerintah Aceh (TAPA) kemudian sepakat untuk menghentikan sementara tanggungan premi JKA bersumber APBA.

Di sisi lain, menurut Falevi, selama ini JKA hanya menanggung orang mampu di Aceh. Sementara jaminan asuransi untuk masyarakat miskin sudah masuk dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dibiayai APBN setiap tahunnya.

Saat ini, dari 5,3 juta penduduk Aceh, sebanyak 2.111.095 jiwa premi kesehatannya ditanggung melalui JKN. Pada tahun 2022, pemerintah pusat menganggarkan Rp 1 triliun lebih untuk membiayai premi JKN dan pembiayaan ini sudah berlangsung 12 tahun sejak 2010.

Baca: Soal JKA, DPD RI Diminta Panggil Petinggi BPJS Kesehatan

Sementara JKA hanya menanggung penduduk Aceh yang kategori mampu yang jumlahnya 2.220.500 jiwa. Sisanya, 123.579 jiwa masuk dalam segmen JKN Mandiri dan 878.728 jiwa masuk segmen JKN PNS-TNI. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), 15 persen atau 780.000 jiwa dari total penduduk Aceh merupakan penduduk miskin. Namun, menurut Falevi, selama ini Pemerintah Aceh justru menanggung asuransi kesehatan semua warga yang terdaftar dalam JKA.

Sebelum adanya rasionalisasi anggaran, Pemerintah Aceh mengusulkan dukungan anggaran premi JKA tahun 2022 sebesar Rp 1,1 triliun lebih. Saat pembahasan di Banggar terjadi pengurangan anggaran sebesar Rp 525 miliar.

Anggaran yang dirasionalkan tersebut dialokasikan untuk anggaran pembangunan lima Rumah Sakit Regional di Aceh dan pembangunan rumah dhuafa yang sudah disepakati dalam pembahasan APBA 2022.

“Persoalan rujukan pasien sering menjadi keluhan rakyat. Maka kami DPRA  perlu mengevaluasi kerja sama Pemerintah Aceh dengan BPJS. Dikarenakan banyak sekali pengaduan masayarakat yang tidak maksimal terhadap pelayanan BPJS,” terang Falevi dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 16 Maret 2022.

“Setiap tahun kita menganggarkan anggaran untuk pembayaran BPJS itu Rp 1,2 triliun. Sedangkan masyarakat selalu mengadu terhadap masalah BPJS,” tambah Ketua Komisi V DPRA ini.

Kendati ada pemotongan anggaran JKA, bukan berarti Pemerintah Aceh tidak lagi mengusulkan anggaran untuk JKA ke depan. Sebab program ini adalah program perioritas pemerintah.

“Kita sepakat JKA itu dilanjutkan tapi harus kita evaluasi dulu dengan BPJS karena ini bicara premi. Dan sisi pelayanan masyarakat Aceh harus betul dicover semua oleh BPJS. Ada banyak hal yg harus dibicarakan dengan BPJS,” kata Falevi.

Baca: JKA Disetop, MPO: Pemerintah Aceh Salah Sasaran Tembak!

Kepada acehinfo.id, Falevi Kirani mengatakan, hingga saat ini BPJS Kesehatan belum memberikan data siapa saja penerima manfaat program JKA. Padahal, menurutnya, Komisi V DPRA membutuhkan by name by address rakyat Aceh yang masuk JKN. Data tersebut juga tidak dapat diberikan oleh Dinas Kesehatan Aceh ketika pihak legislatif memintanya. Tanpa ada data tersebut, Falevi mengatakan, DPRA kesulitan untuk melakukan perbandingan anggaran yang menjadi acuan dalam penganggaran program.

“Ini perlu kita cross check, sehingga tidak tumpang tindih dengan data JKA, Askes dan BPJS Tenaga Kerja serta BPJS Mandiri, tetapi pihak BPJS belum memberikan data tersebut,” kata Falevi yang mengaku telah meminta data tersebut sejak pertama kali ditugaskan di Komisi V DPRA.

Kemudian persoalan rujukan dan jenis penyakit yang tidak ditanggung oleh BPJS, yang sering dikeluhkan oleh masyarakan. “Maka atas pertimbangan itu kami DPR Aceh berkewajian mengevaluasi kerja sama Pemerintah Aceh dengan BPJS. Kita tidak mau rakyat menjadi korban, karena lumayan besar anggaran untuk premi BPJS,” katanya menjawab acehinfo.id.

Baca juga: Nasir Djamil: Menghapus JKA Membunuh Rakyat Aceh

“Intinya kami DPR mau mengevaluasi secara konfrehensif terhadap kerjasama ini. Biar pesoalan data, rujukan, dan jenis penyakit harus dicover semua oleh BPJS seperti JKA lama,” tambahnya.

Falevi juga menyebutkan adanya perbedaan mekanisme pembayaran antara JKA dengan BPJS Kesehatan. Pada program JKA, pihak rumah sakit dapat mengajukan klaim biaya obat setiap warga Aceh. Hal ini berbeda dengan sistem yang dipergunakan BPJS Kesehatan.

“Kalau (BPJS Kesehatan) kan bayar premi, bayar di depan dia. Sakit nggak sakit harus bayar, kan berbicara premi. Inilah yang harus kita evaluasi karena kita tidak mau memubazirkan uang rakyat itu untuk membayar premi-premi orang yang tidak berhak dan orang yang sudah meninggal,” kata Falevi.

Hingga saat ini, Komisi V DPRA juga belum berencana membuat Pansus menyikapi segudang permasalahan terkait JKA di BPJS Kesehatan tersebut. Menurutnya saat ini DPRA masih berbicara di tahap evaluasi.

“Namun, jika BPJS itu bandel, bisa jadi itu mengarah kepada Pansus,” kata Falevi.

Baca: DPRA Diminta Bentuk Pansus JKA

Falevi berharap permasalahan data yang diduga tumpang tindih antara penerima JKA dan JKN di BPJS Kesehatan, BPJS Tenaga Kerja, BPJS Mandiri, dan Askes untuk PNS/TNI/Polri tersebut dapat selesai dalam dua pekan mendatang. Dia memahami penghentian sementara JKA di awal April 2022 tersebut akan mengundang kekhawatiran dari rakyat Aceh. Namun, dia meminta warga Aceh memahami bahwa program tersebut memerlukan evaluasi.

“Tidak mungkin kita terus-terusan membayar premi orang yang sudah meninggal tanpa ada evaluasi, data tidak akurat, jadi by name by adress itu harus jelas. (Kalau sudah jelas) Baru kita (anggarkan) jangankan 1,2 Triliun, empat triliun bayar,” ujar Falevi.

Sementara itu, acehinfo.id mencoba mengonfirmasi sikap BPJS Kesehatan terkait penghentian sementara pembayaran premi JKA melalui APBA dari Pemerintah Aceh. Namun, pihak BPJS Kesehatan mengaku saat ini sedang melakukan koordinasi dengan Pemerintah Aceh dan DPRA.

“Saat ini kita sedang berkoordinasi dengan Pemerintah Aceh dan DPRA, setelah koordinasi tersebut, akan ada pernyataan resmi dari kami,” ujar Rifqah Sesarina, staf Bidang SDM Umum dan Komunikasi Publik BPJS cabang Banda Aceh.[]

spot_img

Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

spot_img

INDEKS