29.6 C
Banda Aceh
spot_img
spot_img

TERKINI

POPULER

Hutan Kota Tibang Objek Wisata Alternatif di Sudut Banda

Areal seluas 6,75 hektare itu ditumbuhi lebih 4.000 pohon dari 153 jenis. Ekosistem baru terbentuk dengan ragam flora dan fauna di kawasan bekas dihumbalang tsunami itu.

Sejak diresmikan Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 29 November 2010, Hutan Kota Banda Aceh di Gampong Tibang, Kecamatan Syiah Kuala ramai dikunjungi warga. Tapi wabah Covid-19 membuat taman yang berada di sisi timur Kota Banda Aceh itu ditutup.

Pesona hutan kota itu bisa dinikmati secara cuma-cuma alias gtaris. Di pintu masuk ada kolam selebar 25 meter yang di atasnya membentang sebuah jembatan yang dibangun oleh sebuah bank milik pemerintah, di bawah jembatan itu kita juga bisa melihat kawanan ikan air tawar berenang bergerombolan.

Turun dari jembatan kita masuk ke kawasan terbuka, berisi beragam informasi. Kawasan terbuka itu berupa plaza berlantai marmer dengan penunjuk arah dan beragam informasi lainnya. Salah satunya ada prasasti berisi informasi tentang awal mula hutan itu dibangun.

Baca Juga: Benteng Indra Patra Riwayat Patriotik Inong Balee

Kawasan itu awalnya adalah areal bekas hantaman gelombang tsunami 24 Desember 2004 silam. Setelah musibah trunami yang maha dahsyat itu, lokasi pinggiran utara Desa Tibang itu menjadi tanah gersang. Atas inisiatif Wali Kota Banda Aceh saat itu, Mawardy Nurdin, kawasan tersebut dibangun menjadi hutan kota. Pembangunan kawasan hutan kota itu berhasil dilakukan kerja sama Bank Negara Indonesia (BNI) dengan Pemerintah Kota Banda Aceh.

Di plaza sebelum masuk ke hutan itu kita juga bisa melihat foto-foto saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan istrinya Any Yudhoyono melakukan penanaman pohon trembesi saat peresmian taman tersebut.

Saat peresmian taman itu, bersama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga hadir para wali kota dari seluruh Indonesia. Masing-masing wali kota menanam sebatang pohon di sisi utara hutan yang dinamai kawasan Taman Nusantara. Setiap pohon di kawasan itu diberi keterangan nama-nama pohon dan wali kota yang menanamnya. Ada 99 jenis pohon khas dari berbagai daerah di Nusantara yang ditanam oleh setiap wali kota di kawasan itu.

Baca Juga: Darma Wangsa Tun Pangkat Sisi Lain Sultan Iskandar Muda

Di sisi utara plaza marmer itu juga terdapat lapangan basket dan lapangan voly untuk mereka yang suka berolahraga. Sementara di sisi baratnya ada shelter yang menjual berbagai ragam souvenir (Souvenir shop). Ke barat lagi semakin ke dalam hutan kita bisa melihat tempat pembibitan berbagai jenis tanaman, pengelolaan souvenir shop dan tempat pembibitan tanaman itu dilakukan dengan melibatkan masyarakat setempat. Tak jauh dari situ di bagian sebelah barat juga ada mushala dan toilet.

Melewati mushala ada path and jogging track yang dibangun sebagai jalur pejalan kaki. Jalur ini dibangun dalam tiga model, jalur darat sepanjang 500 meter, jalur udara (ramp) dengan ketinggian lima sampai enam meter, serta jalur air berupa jembatan di atas kolam hutan bakau.

Tapi jembatan jalur udara (ramp) kondisinya kini sudah rusak, pengunjung tidak diizinkan lagi naik ke sana, sebelum dilakukan perbaikan. Jembatan tajuk panjangnya sekitar 170 meter, dulu sebelum rusak, pengunjung bisa menikmati pemandangan hutan kota itu kita bisa menikmati bebagi pemandangan sekitar hutan yang dipenuhi areal rawa dan hutan bakau di sisi utaranya. Pada turunan jembatan itu kita juga bisa melihat pemandangan ke arah pantai Alue Naga, bahkan bisa melihat Pulau Weh, Sabang yang bagai gunung menjulang dari dalam laut ujung barat Selat Malaka.

Baca Juga: Riwayat Tarik Ulur Perang Aceh dengan Portugis

Di ujung turunan jembatan itu, juga ada sebuah ruang terbuka dengan sarana permainan anak-anak (playground). Ini menjadi salah satu kawasan favorit pengunjung, karena setelah kelelahan menyusuri areal hutan bisa istirahat sambil menikmati makanan ringan dan menjaga anak-anak bermain di playground yang berada di sudut barat sisi utara hutan.

Dari sana kita bisa melanjutkan perjalanan ke sisi timur, berjalan di atas jembatan mangrove yang membentang di atas kolam (tambak) yang di dalamnya terdapat berbagai jenis ikan, mulai dari nila, bandeng, mujair, kepiting dan beragam ikan dan biota air lainnya. Jembatan mangrove ini terbuat dari papan kayu dan akar pohon.

Di sisi utara di luar kawasan hutan itu juga terdapat rimbunan pohon mangrove yang mengelilingi setiap petak tambak milik warga setempat. Setiap sore kita bisa melihat ribuan bangau betengger di pucuknya, burung-burung berwarna putih itu juga sering singgah di kawasan hutan untuk mencari makan. Semakin ke timur, setelah melewati jembatan mangrove kita kembali menjelajah hutan melalui jalan setapak. Di sisi jalan kita sering mejumpai papan informasi tentang berbagai jenis flaura dan fauna yang hidup di dalam hutan kota tersebut.

Hutan kota ini bukan hanya berisi tanahan pohon saja, tapi juga di dalamnya terdapat berbagai jenis tanaman buah dan aneka jenis bunga, tapi pengunjung dilarang memetik buah dan bunga dalam kawasan hutan tersebut. Selain itu kita juga dilarang mengambil telur burung di sarang-sarang yang di atas pohon, sarang alami yang dibuat oleh kawanan burung itu sendiri.

Salah satu jenis burung yang bersarang di kawasan hutan itu adalah Merbak Cerucuk (Pycnonotus goaiavier), burung berukuran sedang yang bagian atasnya berwarna coklat kelabu gelap, dan berwarna putih kusam di bagian bawahnya. Burung ini sering bertengger di dahan pohon secara berkelompok, kawanan burung ini juga memakan berbagai jenis buah yang tumbuh di dalam hutan itu.

Baca Juga: Awal Mula Perang Aceh dengan Portugis

Dalam hutan kota itu ada juga burung Cicak Kutilang (Pycnonotus aurigaster), sepanjang perjalanan di jalan setapak dalam hutan itu kita bisa mendengar kicauannya. Di tempat-tempat tertentu kita juga bisa melihat kawasan kupu-kupu yang hinggap pada bunga-bunga yang mekar. Tapi pengunjung juga dilarang menangkap kupu-kupu tersebut. Dari jalan setepak itu kita bisa terus berjalan ke arah selatan hingga kemudian tiba kembali ke areal plaza dan jembatan di pintu masuk untuk keluar ke areal parkir.

Ekosistem dengan berama flaura dan fauna yang terbentuk di kawasan Hutan Kota Tibang itu juga telah menjadi taman edukasi bagi pelajar, mulai dari murid taman kanank-kanak, hingga penelitian terhadap berbagai biota didalamnya oleh kalangan akademisi.

Hutan Kota di Gampong Tibang ini juga merupakan salah satu Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang dibangun Pemerintah Kota Banda Aceh sebagai paru-paru kota. Idealnya sebuah kota memiliki RTH sebesar 40 persen dari luas wilayah kota tersebut. Kini, Hutan Kota Tibang itu bukan hanya sebatas sarana penghijauan lingungan, tapi juga sebagai pelindung habitat tertentu dari ekosistem yang terbentuk di sana.[]

spot_img

Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

spot_img

TERKINI