31.7 C
Banda Aceh
spot_img
spot_img

TERKINI

Menelisik Intermediasi Perbankan di Aceh

Uang dalam masyarakat ibarat darah dalam tubuh, peredaran yang lambat menyebabkan anemia, peran perbankan sangat menentukan daya ungkit pertumbuhan ekonomi. Sebuah ironi, ekonomi Aceh hanya tumbuh 2,13 persen, terendah di Sumatera. Peran intermediasi perbankan pun dipertanyakan.

Sampai Desember 2022 aset perbankan di Aceh mencapai Rp48,54 triliun, dari 7 Bank Umum Syariah (BUS) di Aceh, sebagian besar aset itu dikuasai oleh Bank Aceh 56,53 persen, Bank Syariah Indonesia (BSI) 37,87 persen, sisanya 5,60 persen tersebar di lima bank lainnya.

Sementara itu Dana Pihak Ketiga (DPK) yang berhasil dihimpun perbankan di Aceh sampai Desember 2022 mencapai Rp39,63 triliun, Rp34,23 triliun dikembalikan nasabah dalam bentuk pembiayaan, sayangnya 69,52 persen konsumtif, hanya 19,88 persen untuk modal kerja, sisanya 10,60 persen untuk investasi. Dampaknya daya ungkit ekonomi Aceh sangat rendah, hanya tumbuh 2,13 persen, terendah di Sumatera.

Baca Juga: Bank Aceh Raih Sertifikasi SNI ISO 37001 Sistem Manajemen Anti Penyuapan

Angka-angka itu dibeberkan Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Aceh, Yusri saat di hadapan jurnalis, Senin Sore, 30 Desember 2022 di Banda Aceh. Meski demikian Yusri menilai kinerja perbankan di Aceh tumbuh akseleratif, aset bank di Aceh tumbuh 5,58 persen, DPK tumbuh 0,80 persen, pembiayaan juga tumbuh 9,83 persen.

“Kinerja ini jauh lebih baik dibandingkan dengan kinerja tahun 2021, dimana ketiga indikator tersebut mengalami pertumbuhan negatif. Rasio pembiayaan bermasalah (NPF) juga turun dan terjaga di angka 1,53 persen, relatif lebih baik dari rasio NPF nasional sebesar 2,41 persen,” jelasnya.

Yusri menambahkan, market share pembiayaan oleh perbankan di Aceh masih didominasi oleh dua bank yaitu BSI dan Bank Aceh Syariah masing-masing 50,44 persen dan 46,51 persen. Yusri menyayangka penyaluran pembiayaan masih cukup tinggi ke sektor rumah tangga, yakni mencapai 60,55 persen, sementara penyaluran pembiayaan berdasarkan kategori debitur untuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) hanya 26,14 persen.

Baca Juga: BSI Aceh Muslimpreneur Buka Peluang Pembiayaan Untuk 2000 UMKM

Meski demikian Yusri mengapresiasi, gap pembiayaan berdasarkan lokasi bank terhadap lokasi proyek tahun 2022 mengalami penurunan sebesar Rp235 miliar menjadi Rp15,05 triliun, yang memperlihatkan akselerasi perbankan di Aceh cukup gencar untuk mengakuisisi pembiayaan yang dilakukan oleh bank di luar Aceh, serta potensi ekonomi dan usaha di Aceh yang masih sangat terbuka untuk dibiayai oleh perbankan di Aceh. “Untuk itu, kami mengajak seluruh bank yang ada di Aceh agar dapat lebih responsif melihat peluang ekonomi dan usaha di Aceh,” harapnya.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Dana dan Jasa Bank Aceh, Amal Hasan dalam kesempatan yang berbeda menjelaskan bahwa, aset, DPK, dan pembiayaan Bank Aceh lebih besar dari data-data yang dipaparkan tersebut, jika ditambah dengan kinerja  Bank Aceh di luar Aceh, yakni cabang Medan dan Jakarta.

Aset Bank Aceh hingga Triwulan II 2022 tercatat sebesar Rp28,7 triliun atau tumbuh sebesar 6 persen. Sementara pembiayaan mengalami pertumbuhan sebesar 7 persen menjadi Rp16,9 triliun. Begitupun penghimpunan dana pihak ketiga yang terakumulasi menjadi sebesar Rp 25,2 triliun atau tumbuh sebesar 8 persen.

Baca Juga: Gubernur BI Tunjuk Roni Widijarto Sebagai Plt Kepala BI Perwakilan Aceh

Aman Hasan juga menambahkan, besarnya persetase pembiayaan perbankan di Aceh yang 69,52 persen konsumtif, pada kenyataannya angka itu jauh lebih kecil, di Bank Aceh diperkirakan hanya sekitar 25 hingga 30 persen saja. Masalahnya adalah angka itu dilihat dari sumber bayar rutin, yakni gaji, bukan dari penggunaannya.

“Kalau lihat statistik ya pembiayaan yang sifatnya konsumtif kelihatan besar persentasenya, karena diambil dari sumber bayar rutin yaitu gaji, tapi kalau dilihat dari penggunaan tidak, hanya sekitar 25 hingga 30 persen saja,” kata Amal Hasan.

Amal Hasan mencontohkan, banyak nasabah dari kalangan Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang mengajukan pembiayaan ke Bank Aceh untuk modal kerja, apakah untuk usaha keluarga, berkebun, dagang, dan penggunaan produktif lainnya, tapi pembiayaan itu dinilai komsumtif karena sumber bayarnya dari gaji rutin.

“Di atas kertas secara statistik terlihat konsumtif, tapi dalam prakteknya itu pembiayaan produktif. Kalau angka 69,52 persen pembiayaan itu semuanya komsumtif, maka kehidupan orang Aceh sudah sangat mewah, tapi nyatanya kan tidak,” tambah Amal Hasan.

Baca Juga: Utang Luar Negeri Indonesia Alami Kontraksi 5,6 Persen

Masih menurut Amal Hasan, dalam tahun 2022 Bank Aceh sudah menyalurkan Rp 25 miliar pembiayaan Kredit Usaha Rakyat (KUR)  untuk membantu akses pembiayaan kepada UMKM. Bank Aceh juga telah melakukan langkah-langkah strategis untuk percepatan realiasasi, salah satunya melalui pembentukan UKM Center. Dalam rangka menjaga performance sekaligus meningkatkan kapabilitas UMKM Bank Aceh juga melakukan pelatihan spesifik bagi pelaku UMKM.

“Untuk tahun 2023, Bank Aceh menargetkan penyaluran KUR yang lebih besar seiring dengan kuota yang disedaikan sebesar Rp 450 triliun oleh pemerintah.  Bank Aceh akan terus bergerak dalam mengemban misi perekonomin daerah sekaligus memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi daerah,” tegasnya.

Sementara itu Regional CEO BSI Aceh Wisnu Sunandar pada kick off ceremony BSI Aceh Muslimpreneur, Jumat, 27 Januari 2022 di Auditorium Prof Ali Hasjmy, Universitas Islam Negeri (UIN) Ar Raniry, Banda Aceh, menjelaskan, dalam tahun 2022 aset BSI Aceh tumbuh atau bertambah 1,9 triliun dengan DPK mencapai Rp1,5 triliun tumbuh 300 persen dari tahun 2021, sementara pembiayaan yang disalurkan mencapai Rp2,2 triliun tumbuh tiga kali lipat dari tahun 2021. BSI Aceh juga telah menyalurkan pembiayaan KUR senilai Rp2,79 triliun untuk 8.929 nasabah.[]

Baca Juga: Penyaluran Kredit Baru Perbankan Alami Peningkatan

spot_img

Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

spot_img

INDEKS