30.7 C
Banda Aceh
spot_img

TERKINI

Menimbang Nasib Majelis Adat Aceh

Gubernur Muzakir Manaf meminta Majelis Adat Aceh untuk melaksanakan musyawarah pengusulan ketua dan pengurus MAA pengganti antar waktu periode 2021-2026. Namun kabarnya ada pihak yang enggan melaksanakannya. Lalu bagaimana nasib MAA ke depan?

Polemik di MAA bukanlah barang baru, ia sudah menahun, kalau tak elok dibilang kronis. Empat Penjabat (Pj) Gubernur Aceh sudah belalu, tapi persoalan MAA belum juga selesai. Kini Gubernur Muzakir Manaf menginginkan persoalan itu cepat diselesaikan.

Melalui surat bernomor 800.1.1.51/5122 bertanggal 6 Mei 2025, Gubernur Muzakir Manaf meminta MAA untuk segera melaksanakan musyawarah pengusulan ketua dan pengurus MAA pengganti antar waktu periode 2021-2026.  Pada point 3 surat itu Gubernur memerintahkan agar seluruh dokumen pelaksanaan musyawarah dan berita acara hasil pemilihan yang ditandatangani oleh seluruh peserta musyawarah disampaikan kepadanya pada kesempatan pertama.

Ketua Pemangku Adat MAA Provinsi Aceh Teungku Abdul Hadi Zakaria menyambut baik surat Gubernur tersebut. Ia berharap Ketua Kolektif Kolegial MAA Yusdedi dan Syech Marhaban untuk segera bermusyawarah dengan manjelis sesuai dengan perintah gubernur.

“Langkah Gubernur sudah tepat, itu jalan tengah untuk menyelesaikan segala dinamika dan polemik di MAA. Kita tidak ingin nasib MAA seperti Majelis Pendidikan Aceh (MPA) yang dibekukan karena kisruh di internal,” kata Teungku Abdul Hadi Zakaria.

Mantan Ketua MAA Kabupaten Pidie ini menambahkan, perintah dalam surat itu sudah jelas, agar segera dilakukan musyawarah pengusulan ketua dan pengurus perganti antar waktu.

“Artinya apa? Yang sekarang menjabat itu tetap pada jabatannya, tak perlu dikhawatirkan, posisi wakil ketua satu dan dua itu tetap. Soal nanti siapa yang diusulkan untuk menjadi ketua, ya musyawarah yang menentukan. Semua terbuka pintu, ketua kolektif kolegial kalau ingin maju juga punya kesempatan. Jadi apa yang ditakutkan. Bek lagee bieng bak babah bubee, droe jih han jiloep gob han jeut jitamong,” kata Teungku Abdul Hadi Zakaria berfilsafat.

Baca Juga: Quo Vadis Majelis Adat Aceh

Hal yang sama juga disampaikan Ketua Komisi Ekonomi Adat MAA, Teungku Saidinur Yusuf. Menurutnya, dengan keluarnya surat gubernur yang baru, MAA perlu segera bermusyawarah/bermufakat. Siapa yang akan terpilih nanti merupakan ketua bersama, karena amanat dalam surat gubernur untuk pemilihan ketua, sedangkan pengurus lama tidak berubah. “Semestinya menjadi solusi terbaik untuk segera mempersiapkan waktu pemilihan,” harapnya.

Teungku Saidinur menambahkan, pengurus MAA tidak perlu lagi melihat ke belakang, tapi bersama-sama melihat ke depan untuk perbaikan. Karena menurutnya, selama empat Pj Gubernur Aceh yang membuat peroalan MAA mengambang hanya persoalan antara keinginan Pemerintah Aceh dengan keingin segelintir orang di MAA yang tidak terpenuhi.

Teungku Saidinur memaparkan pemilihan pertama telah dilakukan tapi tidak diproses oleh Pemerintah Aceh, begitu juga dengan pemilihan kedua juga sudah dilakukan dan dikirim untuk usulan ketua defenitif. Kemudian amanah Raker MAA yang menjadi keputusan bersama juga tidak dilaksanakan.

Persoalan lainnya katanya, hasil pemilihan ketua defenitif sudah jelas, mejelis memilih Dr. Safrul Muluk dengan perolehan 21 suara. Yusdedi hanya meperoleh 10 suara, sisanya 1 suara untuk Prof Syamsul Rizal. Tapi kemudian nama yang diusulkan ke Pemerintah Aceh malah tiga-tiganya.

“Sebenarnya itu hanya soal kegagalan komunikasi saja antara majelis dengan pemerintah. Perbaiki itu dulu, sekarang dengan adanya surat dari Gubernur Muzakkir Manaf ini merupakan momentum bagi MAA untuk memperbaiki diri. Laksanakan saja sesuai perintah Gubernur,” tegas Teungku Saidinur.

Lalu bagaimana jika MAA tidak menjalankan perintah Gubernur tersebut? Kabar dari orang dekat Gubernur Muzakir Manaf mengungkapkan bahwa, ada beberapa opsi yang sudah disiapkan, yang paling ekstrim adalah membekukan MAA sebagaimana telah dilakukan pada MPA.

“Tapi Mualem masih mendengar usulan kami, agar diambil jalan tengah, jangan langsung dibekukan, karena MAA itu merupakan lembaga istimewa yang harus didukung, maka keluarlah surat itu,” ungkap sumber tersebut.

Baca Juga: DPRA Sahkan Draft Perubahan UUPA 8 Pasal Diubah dan 1 Pasal Ditambahkan

Polemik di MAA sudah lama terjadi, malah sudah muncul pada masa kepengurusan Badruzzaman Ismail, meski sempat mereda, namun belakangan memuncak kembali setelah pada 14 Agustus 2021 Ketua MAA Prof Farid Wajdi Ibrahim meninggal dunia. Sejak saat itu Wakil Ketua I Yusdedi dan Wakil Ketua II Syeh Marhaban menjadi pimpinan MAA Provinsi Aceh secara kolektif kolegial.

Pada 20 hingga 23 Februari 2022 Digelar Raker MAA di Sabang. Raker dibuka oleh  dibuka langsung oleh Gubernur Aceh, Ir. Nova Iriansyah ST MT dan diikuti 68 orang peserta yang terdiri dari 35 orang pengurus MAA Provinsi Aceh, Ketua MAA kabupaten/kota berjumlah 23 orang dan 10 orang unsur pimpinan perwakilan MAA.

Pada 15 – 16 Maret 2023 kembali digelar Raker  di Grand Nanggroe Hotel, Banda Aceh. Raker melahirkan 14 rekomendasi untuk disampaikan kepada Pemerintah Aceh. Salah satunya terkait penyempurnaan kepengurusan MAA setelah beberapa anggota MAA Provinsi Aceh berhalangan tetap.

Rekomendasi ditandatangani oleh tim perumus, terdiri dari Dr. Bustami Abubakar, M.Hum selaku sebagai Ketua tim perumus,Dr. Jamhuri MA (Sekretaris) serta beranggotakan Abdul Hadi Zakarian, Thalib Akbar, Zilmahram, Khairuddin, dan dr. Chairan M.Noer Nain, M.Ag.

Tahu 2024 digekar lagi Raker di Gedung Perpustakaan Aceh di Banda Aceh. Raker manghasilkan 20 rekomendasi untuk internal MAA, salahs atunya (poin 7) “Meminta kepada Pengurus MAA periode 2021 – 2026 untuk memilih kembali Ketua Defenitif sesuai Qanun No.8 tahun 2019 tentang Majelis Adat Aceh pasal 55 dan mengajukan kepada Gubernur Aceh untuk pengesahan. Jika dalam waktu 3 bulan tidak terlaksana, maka Kepala Sekretariat wajib memfasiltasi pemilihannya.

Rekomendasi ditandatangani oleh Tim Perumus yang terdiri dari: Prof. Dr. Yusri Yusuf, M.Pd Selaku Ketua (Pemangku Adat MAA), Dr. Khairuddin, M.Pd sebagai Sekretaris (MAA Kabupaten Nagan Raya), dan para anggota HT Bustami Usman SE (MAA perwakilan Sumatera Utara), Bakhtiar AR (Ketua Bidang Adat Istiadat MAA), Dra. Nur Asmah M.Pd (Anggota Bidang Putroe Phang MAA), Muhammad Saleh (MAA Kaupaten Aceh Barat Daya), Sanusi M Syarief, SE, M.Phil (Mewakili Sekretaiat MAA Provinsi Aceh).

Namun ironisnya hasil dari tiga Raker tersebut juga tidak dijalankan. Pertanyaanya sekarangan, apakah Surat Gubernur Muzakir Manaf ini juga akan diabaikan oleh pimpinan kolektif kolegial MAA. Jika itu terjadi bukan mungkin nasib MAA akan sama seperti MPA, dibekukan oleh Pemerintah Aceh.[]

spot_img

Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

spot_img

INDEKS