Sarang lebah di hutan Ulu Masen Kabupaten Aceh Jaya benar-benar membuat Fauzan Khuzaeen kepincut. Sarjana teknologi pertanian jebolah Universitas Sumatera Utara (USU) ini memilih kembali ke belantara, memetik madu di rimbunya pohon yang menjulang, sumber ekonomi yang melimpah disediakan oleh alam.
Fauzan sejatinya adalah seorang pengusaha, ia tercatat pernah menjadi pengurus Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Provinsi Aceh pada periode 2014-2019. Naluri bisnisnya pula yang menuntunnya pulang ke desa, mendirikan kelompok pencari madu liar “Belantara” ia sendiri didapuk menjadi ketuanya.
Pria kelahiran Bak Paoh, Kecamatan Jaya, Kanupaten Aceh Jaya, 15 Agustus 1985 ini menuturkan, madu yang dipetik dari belantara Ulu Masen memiliki rasa dan aroma yang khas dan alami, harga jualnya juga lebih tinggi. Namun untuk memanennya bukanlah perkara mudah, mereka harus menerobos alam liar nan cadas untuk memperolehnya, karena lebah membuat sarang di tempat-tempat yang sulit dijangkau, di atas pohon yang menjulang tinggi, bahkan di celah-celah bebatuan tebing yang terjal.
Baca Juga: Madu Hutan Ulu Masen Potensi Sumber Ekonomi Baru Aceh Jaya
Wakil Direktur CV Fadhila (2010 -2014) ini mengungkapkan, madu hutan Ulu Masen sangat potensial, bila selama ini pemetik madu menjadikannya sebagai pekerja sampingan, ke depan bisa dikelola dengan baik secara profesional sambil merawat kelestarian alam.
“Bila terlalu dieksploitasi akan menggangu keseimbangan hayati, untuk menjaga keberlangsungannya sebagai sumber ekonomi masyarakat, pemerintah perlu hadir membuat program memberdayakan petani madu yang ramah lingkungan,” harap Direktur PT Niaga Bersaudara tersebut.
Selain itu kata Fauzan, Taman Nasional dan Konservasi Ulu Masen merupakan sumber ekonomi yang sangat menjanjikan. Kawasan hutan hujan tropis seluas 738.856 hektare itu membentang dari sebagian Kabupaten Aceh Jaya, Aceh Besar, Aceh Barat, Pidie, hingga ke Pidie Jaya.
Kelompok pencari madu “Belantara” binaan Fauzan setiap tahun bisa mengumpul 1,5 hingga 2 ton madu yang dipetik dari hutan Ulu Masen di kawasan Aceh Jaya. Untuk menjaga kemurnian madu, sebagai sarjana teknologi pertanian, Fauzan melakukan kontrol yang ketat, sejak mulai cara memanen, hingga penyaringan, semua dijaga sehigienis mungkin.
“Prosesnya memang tidak mudah, tapi menjaga kualitas itu wajib. Alam telah menyediakannya secara gratis, tinggal kita bagaimana mengelola dan merawatnya menjadi berkah,” jelas pria yang pernah menjabat sebagai Kepala Departement Produksi dan Pergudangan PT Balai Niaga Antar Bangsa (2019/2024) tersebut.
Baca Juga: Seekor Sapi Milik Warga Aceh Timur Mati Diduga Dimangsa Harimau
Karena prosesnya yang tidak mudah dan kemurnian kualitasnya, Fauzan bisa saja menjual madu tersebut dengan harga mahal, tapi Koordinator Organisasi Pemuda Lamno Daya ini melegonya dengan harga Rp 400 ribu perkilogram. Alasannya, alam telah menyediakannya secara cuma-cuma.
Fauzan yang juga Ketua Kelompok Tani Kopi Robusta “Beu Djaya” Desa Bak Paoh (2014 – 2024) berharap Pemerintah Aceh khususnya Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya dan stakeholder terkait lainnya agar memberikan perhatian terhadap kelestarian Ulu Masen, sehingga berkahnya bisa terus berlanjut, salah satunya tersedianya madu sebagai sumber pendapatan masyarakat sekitar.[]