27.1 C
Banda Aceh
spot_img
spot_img

TERKINI

Aceh Hari Ini: Etnis Tionghoa Minta Perlindungan ke Residen Aceh

Pada 3 Maret 1947, Gabungan Perkumpulan Tionghoa Perantau (GPTP) di Banda Aceh merayakan ulang tahun pertama. Mereka juga melakukan rapat umum yang diikuti oleh berbagai golongan masyarakat Tionghoa, mereka meminta perlindungan kepada tentara Residen Aceh.

Kemudian pada 8 April 1947, GPTP Aceh melakukan pertemuan dan jamuan teh dengan Panglima Tentara Komandemen Sumatera, Letnan Jenderal Soehardjo Hardjowardjono. Dalam pertemuan tersebut Ketua GPTP Aceh, Liong Jaw Hiong meminta kepada TNI untuk memberi perlindungan kepada para pedagang Tionghoa di seluruh Aceh. Liong Jaw Hiong mengakui bahwa berkat pengamanan TNI, orang-orang Tionghoa dapat berusaha mencari nafkah di seluruh Aceh.

Menjawab permintaan itu, Letnan Jenderal Soehardjo Hardjowardjono menegaskan, TNI akan melindungi segala lapisan masyarakat, termasuk etnis asing, asalkan tidak menghalang-halangi perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia, seperti yang diakukan kelompok Poh An Tui milisi Cina yang dipersenjatai sekutu untuk melawan pejuang Indonesia.

Baca Juga: Perang Idi Rayeuk GAM Kuasai Kota

“Kami berjuang untuk kemerdekaan bangsa dan tanah air, sebagaimana rakyat dan pemimpin tuan-tuan (Cina) berjuang kebahagiaan bangsa dan tanah airnya. Kami akan membantu setiap orang dan melindungi siapa saja yang memerlukan perlindungan,” tegasnya.

Sehari kemudian, 9 April 1947, GPTP Aceh juga melakukan pertemuan dengan Gubernur Muda Sumatera Utara, MR SM Amin di Banda Aceh. Dalam pertemuan itu hadir juga Residen Aceh TT Muhammad Daodsyah, Staf Gubernur Sumatera Utara MR Teuku Muhammad Hanafiah, Letnan Kolonel M Nazir dari Komando TRI Divisi X, Kepala Polisi Residen Aceh bersama para pejabat dari beberapa jawatan pemerintah di Aceh.

Dalam pertemuan itu Gubernur Muda Sumatera Utara, MR SM Amin, meminta supaya orang-orang Tionghoa di Aceh bisa selalu menyesuaikan diri dengan perjuangan bangsa Indonesia. “Bangsa Indonesia akan terus berjuang sampai berapa lama sekalipun untuk kemerdekaan tanah airnya,” kata MR SM Amin.

Baca Juga: Amir Husein Al Mujahid Kudeta Teuku Nyak Arief

Kemudian pada 9 Juni 1948, Liong Jaw Hiong yang berada di Penang, Malaysia diwawancarai oleh jurnalis dari  The Straits Echo dan  The Time of Malaya, dua surat kabar berbahasa Inggris yang terbit di Penang. Ia membantah provokasi Belanda dan Sekutu yang mengatakan masyarakat etnis asing hidup terancam di Aceh.

Menurutnya, kabar yang mengatakan terjadi perselisihan politik dan kekacauan di Indonesia yang sering disiarkan media pro Belanda, sama sekali tidak benar. Etnis Tionghoa, India dan Arab bisa hidup berusaha dan berkembang di Aceh, di bawah pengawasan dan perlindungan Residen Aceh.

Malah kata Liong Jaw Hiong, ketika di daerah lain di Indonesia yang telah diduduki pasukan Sekutu, harga-harga barang menjadi tinggi, barang-barang kebutuhan rakyat jadi langka, tapi tidak di Aceh. “Ketika harga barang di daerah Sekutu melambung tinggi dan langka, di Aceh keadaannya melimpah ruah dan juga murah,” jelas Liong Jaw Hiong.

Baca Juga: TKR Aceh Menjadi Tentara Republik Indonesia

Selain itu kata Liong Jaw Hiong, roda pemerintahan di Aceh berjalan dengan baik, sejak Residen Aceh yang dipimpin Teuku Muhammad Arief berhasil mengambil alih pemerintahan dari Jepang. Di Residen Aceh juga tidak terjadi perselisihan antara rakyat Aceh dengan etnis minoritas Tionghoa, India dan Arab. Perdagangan dan ekspor impor barang dari Aceh ke Penang dan Singapura juga berjalan dengan baik, meski mendapat blokade dari Belanda di Selat Malaka.

Pada 12 Juli 1947, GPTP Aceh kembali mengadakan konferensi di Peunayong, Banda Aceh. Pembukaan konferensi etnis Tionghoa ini juga dihadiri oleh pejabat sipil dan militer Residen Aceh. Saat pembukaan konferesi selain menyanyikan lagu Indonesia Raya juga dinyanyikan lagu kebangsaan Tiongkok.

Wakil Ketua GPTP Aceh Tjoe Tjau Nam dalam sambutannya menjelaskan tentang kiprah GPTP yang baru berusia setahun dan mengucapkan terimakasih kepada Residen Aceh dan tentara TRI di Aceh yang memberi perlindungan kepada etnis Tionghoa di Aceh. Ucapan yang sama juga disampakan perwakilan GPTP Idi, Tjoeng Tieng Fong mewakili pengusaha Tionghoa dari berbagai daerah di Aceh.

Baca Juga: Kisah Hantu Blang Bintang dan Teror Terhadap Jepang

Sementara Residen Aceh menyatakan kegembiraannya atas terjalinnya hubungan baik antara rakyat Aceh dengan etnis Tionghoa dan berharap hubungan baik itu bisa terus berkembang lebih baik di berbagai bidang. Hal yang sama juga disampaikan Kapten Hasbi Wahidy dari Komando TRI Divisi X, ZF Soetikno dan Ali Hasjmy. Tentang semua itu bisa dibaca dalam buku Modal Perjuangan Kemerdekaan yang ditulis oleh Talsya. Buku ini diterbitkan oleh Lambaga Sejarah Aceh pada tahun 1990.[]

spot_img

Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

spot_img

INDEKS