31.7 C
Banda Aceh
spot_img
spot_img

TERKINI

Falevi Kirani Anggap Biasa Saja PAW dari Irwandi

BANDA ACEH | ACEH INFO – Partai Nanggroe Aceh (PNA) kubu Irwandi Yusuf mengeluarkan surat pemecatan dari keanggotaan terhadap M Rizal Falevi Kirani dan Samsul Bahri alias Tiyong. Keduanya bahkan diusul untuk Pergantian Antar Waktu (PAW) dari jabatannya sebagai anggota Fraksi PNA di Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA). Terkait hal ini, Falevi Kirani menganggap pemecatan sekaligus usul pemberhentiannya sebagai anggota dewan bukan pertama kali dilakukan pihak Irwandi Yusuf.

“Masalah PAW bukan sebuah permasalahan besar, dan saya santai saja karena sudah sering (di-PAW Irwandi-red). Kalau masih ingat pada tanggal 3 September 2019 sebelum kami dilantik juga sudah keluar surat pemecatan saya dari pengurus. Kemudian pada tanggal 25 sebelum pelantikan DPR, Irwandi juga mengirim surat untuk menghentikan pelantikan saya karena saya sudah dipecat dari anggota partai, jadi ini keluar surat lagi. Cuma yang jadi pertanyaan mau di-PAW dan mau dipecat berapa kali lagi,” ujar Falevi Kirani menjawab acehinfo.id melalui sambungan telepon, Jumat, 4 Februari 2022 malam.

Irwandi Yusuf menurut Falevi saat ini tidak lagi berada di posisi sebagai Ketua Umum PNA. Hal ini menurutnya berlaku setelah adanya Konggres Luar Biasa (KLB) yang dilaksanakan PNA pada 12 September 2019 lalu. Dalam konggres tersebut, anggota PNA telah sepakat memilih Samsul Bahri sebagai ketua umum menggantikan Irwandi Yusuf.

“Irwandi itu telah didemisionerkan oleh konggres kemudian memilih ketua umum baru, yaitu bang Tiyong (Samsul Bahri-red). Jadi tidak ada urusan lagi, dia mau PAW, mau teken ini dan itu, enggak ada dampak apapun pada kami, tidak ada pengaruh,” katanya.

Dia menyebutkan semua legalitas konggres dapat dilihat dari kacamata hukum dan aturan yang berlaku di Indonesia. Untuk itu, Falevi menganggap surat PAW dan pemecatan dirinya bersama Samsul Bahri bukan hal yang fantastis. “Yang jelas Irwandi itu bukan lagi Ketua Umum PNA karena sudah didemisionerkan di Konggres Luar Biasa,” tutur Falevi.

Baca: PNA Kubu Irwandi Pecat Tiyong dan Falevi, Usul PAW dari DPRA

Di sisi lain, Falevi turut menyayangkan sikap Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kementerian Hukum dan HAM Aceh yang telah menandatangani surat ketetapan kepengurusan PNA di bawah kepemimpinan Irwandi Yusuf. Menurutnya Kanwil Kemenkumham juga terlalu gegabah dalam menandatangani SK Pengurus PNA tanpa membaca terlebih dahulu Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) partai berlogo bulan sabit bintang oranye tersebut.

Padahal, menurut Falevi, di mukadimah PNA dalam AD/ART saja sudah menyebutkan bahwa setiap kader PNA bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme. “Nah, Irwandi itu kan telah terbukti dan meyakinkan dan pernah ada ketetapan hukum, sudah inkracht bahwa dia sebagai narapidana korupsi. Secara otomatis sudah melanggar (AD/ART), dan itu tidak mungkin kita harus mengatur sedetail itu, kan batang tubuhnya sudah jelas,” ungkap Falevi.

Baca: Polemik Berakhir, Irwandi Yusuf Tetap Ketua PNA?

Falevi menganggap Kanwil Kemenkumham Aceh juga harus bertanggung jawab atas pengesahan SK Pengurus PNA di bawah kepemimpinan Irwandi Yusuf tersebut. Menurutnya dengan keluarnya SK dari Kemenkumham Aceh justru ikut melegalkan seorang narapidana koruptor untuk mengatur partai politik, “yang akan berdampak pada tata kelola pemerintahan yang bersih.”

“PNA itu ada enam kursi di DPRA, ada 46 kursi di DPRK, satu Ketua DPRK, dan satu orang bupati. Nah, ini kan bahaya betul, antikorupsi. Artinya Kumham juga melindungi koruptor untuk berbuat mengintervensi kebijakan-kebijakan yang sifatnya kepada tata kelola pemerintahan. Kan larinya ke situ,” papar Falevi lagi.

Dia kemudian merujuk Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Permasyarakatan, yang di dalam Pasal 1 turut menyebutkan bawah “Narapidana adalah Terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lapas.” Artinya, menurut Falevi, seorang narapidana yang mendekam di dalam penjara hanya mendapat hak untuk makan, hidup, beribadah, perawatan rohani dan jasmani, pelayanan kesehatan dan lain-lain seperti yang diatur dalam Pasal 14 UU No 12/1995.

Baca: Massa PNA Desak Kemenkumham Aceh Cabut SK Pengurus Versi Irwandi Yusuf

“Jadi kalau ada hak selain itu, ya berarti enggak ada bedanya antara narapidana dengan orang di luar (tahanan/penjara). Kalau satu hari dia menandatangani surat yang berdampak pada kekacauan politik di Aceh, ya artinya Kanwil Kemenkumham melindungi koruptor,” ujar Falevi lagi.

Selain itu hak politik Irwandi Yusuf juga telah dicabut sesuai vonis hakim dalam persidangan dan telah inkracht. Hal inilah yang menurut Falevi bahwa ketetapan Kemenkumham telah menjadi preseden buruk bagi pemerintahan Indonesia.

“Kita khawatir menjadi justifikasi bagi partai-partai politik nasional, misal ditangkap korupsi tidak perlu mundur karena tidak diatur. Kan tidak diatur dalam UU Partai Politik. Ini menjadi framing nasional menurut saya,” kata Falevi.

Baca: Kakanwil Kemenkumham Aceh Sikapi Tuntutan Massa PNA: Itu Masalah Internal

“Maka dalam hal ini Kanwil Kemenkumham harus bertanggungjawab itu, melindungi koruptor untuk mengelola partai politik. Karena partai politik menjadi salah satu instrumen dalam pemerintahan,” ujarnya lagi.

Falevi mengaku dengan merujuk sejumlah aturan dan undang-undang yang berlaku, maka pihaknya tetap akan beraktivitas seperti biasa. Apalagi keputusan tertinggi partai, menurutnya, sudah diputuskan dalam Konggres Luar Biasa (KLB). “Jadi masalah PAW itu enggak ada dampak apapun. Kita akan hadapi dan santai saja,” pungkas Falevi.[]

spot_img

Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

spot_img

INDEKS