28.5 C
Banda Aceh
spot_img
spot_img

TERKINI

Teknologi Biofuel Menuju Kemandirian Energi Aceh

Oleh: Ratih Permana Sari*

Aceh, yang dikenal sebagai salah satu wilayah dengan kekayaan alam melimpah di Indonesia, kini menjadi sorotan dengan inovasi terbarunya dalam pengembangan biofuel. Proyek ambisius ini memanfaatkan limbah kelapa sawit dan tanaman jarak sebagai bahan baku utama untuk menghasilkan biofuel, sebuah langkah signifikan menuju kemandirian energi dan pelestarian lingkungan.

Inisiatif ini diharapkan dapat mengurangi ketergantungan Aceh pada bahan bakar fosil sekaligus memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat setempat. Dengan memanfaatkan sumber daya alam yang melimpah, Aceh seharusnya bisa berkomitmen menghadirkan solusi energi terbarukan yang berkelanjutan. Potensi energi terbarukan yang ada di seluruh Aceh terdiri dari energi air sebesar 5.147 MW di 70 lokasi, energi panas bumi sebesar 1.143 MW di 22 lapangan panas bumi, energi surya sebesar 7.881 MWe, energi bayu/angin sebesar 231 Mwe dan bioenergi: 1.174 MW (Antara, 2023).

Pemerintah Aceh (2023) menyadari potensi besar dari biofuel, telah meluncurkan berbagai kebijakan yang tertuang dalam Rancangan Akhir Rencana Strategis (RENSTRA) Tahun 2023-2026 melalui Dinas ESDM Aceh dalam pengelolaan energi untuk mendukung pengembangan ekonomi dan pelayanan dasar dengan program prioritas energi dan ketenagalistrikan. Insentif pajak, subsidi untuk penelitian, dan dukungan finansial bagi industri biofuel adalah beberapa langkah konkret yang diambil. Selain itu, kerjasama dengan universitas-universitas terkemuka dan perusahaan swasta menjadi kunci dalam mempercepat inovasi dan implementasi teknologi ini.

Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional, mentargetkan substitusi biofuel pada tahun 2024 adalah minimal 5% terhadap konsumsi energi nasional, serta Inpres Nomor 1 Tahun 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain, menunjukkan keseriusan Pemerintah dalam penyediaan dan pengembangan bahan bakar nabati, diantaranya bioetanol dan biodiesel (Fauziah & Hidayatullah, 2023).

Menurut Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Aceh Mahdinur, Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2023 tentang Urusan Pemerintahan Konkuren Tambahan di Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral Pada Sub Bidang Energi Baru Terbarukan juga secara subtansial telah menambah kewenangan daerah dalam mengelola dan menghasilkan energi terbarukan (Antara, 2023).

Proses produksi biofuel di Aceh melibatkan teknologi transesterifikasi yang mengubah minyak kelapa sawit dan jarak menjadi biodiesel. Transesterifikasi adalah metode yang paling umum dalam memproses trigliserida menjadi produk biodiesel. Minyak nabati dibiarkan bercampur bersama alkohol primer. Reaksi ini membutuhkan alkohol yang berantai pendek (seperti: metanol dan alkohol) untuk menghasilkan metil ester asam lemak atau FAME (Feng et al., 2017; Laosuttiwong et al., 2018).

Teknologi ini tidak hanya efektif tetapi juga ramah lingkungan. Proses ini memungkinkan penggunaan limbah pertanian yang sebelumnya tidak terpakai, mengurangi emisi gas rumah kaca secara signifikan dibandingkan dengan bahan bakar fosil (de Medeiros et al., 2020). Dengan demikian, Aceh menunjukkan komitmen yang kuat dalam menjaga keseimbangan ekologis.

Tingginya harga minyak bumi menaikkan harga-harga komoditas dan orang-orang termiskinlah yang mendapat pengaruh terburuk. Sehingga mengurangi beban bangsa pada impor minyak bumi dengan memperluas penggunaan biofuel dapat mengontrol harga-harga sampai batas tertentu (Kuss et al., 2015).

Kenaikan penggunaan biofuel meningkatkan peluang kerja bagi masyarakat pedesaan, mengingat produksi biofuel perlu dilakukan di dekat area produksi bahan baku untuk menghindari tingginya biaya transportasi bahan baku yang biasanya berukuran besar. Petani kelapa sawit dan jarak kini memiliki sumber pendapatan tambahan dari penjualan bahan baku biofuel. Industri pengolahan biofuel menciptakan lapangan kerja baru, yang meningkatkan kesejahteraan masyarakat local (Al-Hakim, 2020). Ini menunjukkan bagaimana teknologi hijau dapat memberikan dampak positif pada perekonomian daerah.

Manfaat ekonomi dari pengembangan biofuel juga sangat terasa di masyarakat. Petani kelapa sawit dan jarak kini memiliki sumber pendapatan tambahan dari penjualan bahan baku biofuel. Industri pengolahan biofuel menciptakan lapangan kerja baru, yang meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal. Ini menunjukkan bagaimana teknologi hijau dapat memberikan dampak positif pada perekonomian daerah (USAID, 2009).

Penggunaan biodiesel juga mulai diterapkan di sektor transportasi. Bus dan truk di beberapa wilayah Aceh sekarang beroperasi dengan menggunakan biodiesel, yang membantu mengurangi polusi udara dan konsumsi bahan bakar fosil. Pemerintah Aceh berencana memperluas penggunaan biodiesel ke sektor industri dan rumah tangga, menjadikannya bagian dari strategi energi jangka panjang.

Pengurangan emisi karbon yang dihasilkan dari penggunaan biofuel berkontribusi pada upaya mitigasi perubahan iklim (Asase, Okechukwu &Ivantsova, 2024). Aceh, melalui langkah ini, membantu Indonesia mencapai target pengurangan emisi gas rumah kaca yang telah disepakati dalam berbagai perjanjian internasional. Ini menempatkan Aceh sebagai pelopor dalam upaya global untuk menjaga keseimbangan lingkungan. Pelatihan dan edukasi menjadi bagian integral dari proyek ini. Petani dan pekerja industri diberikan pelatihan tentang teknologi biofuel dan praktik pertanian berkelanjutan. Pemerintah dan universitas setempat menyelenggarakan workshop dan program pelatihan secara reguler, memastikan bahwa seluruh rantai produksi biofuel berjalan dengan efisien dan ramah lingkungan.

Proyek biofuel Aceh juga menarik minat investor dan peneliti dari berbagai negara. Potensi besar yang dimiliki Aceh diakui secara internasional, membuka peluang kerjasama yang dapat membawa lebih banyak investasi dan inovasi teknologi ke daerah ini. Kerjasama internasional ini diharapkan mempercepat pengembangan sektor biofuel dan memperkuat posisi Aceh di pasar energi terbarukan global. Aceh bisa merencanakan ekspor biodiesel ke pasar internasional, mengingat permintaan global akan bahan bakar hijau yang terus meningkat. Ekspor ini tidak hanya akan meningkatkan pendapatan daerah tetapi juga mempromosikan Aceh sebagai pusat inovasi energi hijau. Potensi ini menjadikan Aceh sebagai pemain utama dalam industri biofuel dunia.

Dengan langkah-langkah yang diambil, Aceh menunjukkan bahwa inovasi energi terbarukan dapat diwujudkan dengan kemauan dan kerjasama yang kuat. Teknologi biofuel di Aceh adalah contoh nyata bagaimana sinergi antara pemerintah, akademisi, dan sektor swasta dapat menghasilkan solusi energi yang berkelanjutan dan bermanfaat luas (Marzal, 2023; Rahmat & Fadhilah, 2022). Melalui inovasi ini, Aceh tidak hanya mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil tetapi juga menginspirasi daerah lain untuk mengikuti jejaknya, membawa harapan baru bagi masa depan energi yang lebih hijau dan berkelanjutan.

*Mahasiswa S3 Pendidikan IPA UNS, Dosen Pendidikan Kimia Universitas Samudra-Aceh

spot_img

Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

spot_img

INDEKS