31.7 C
Banda Aceh
spot_img
spot_img

TERKINI

Sosok Mizuar Mahdi Sang Ketua Mapesa yang Bersahaja

BANDA ACEH | ACEH INFO – Usia Mizuar Mahdi relatif masih muda jika dibanding sejarawan di Aceh lainnya. Namun kiprahnya dalam merawat ingatan tentang identitas Aceh tak dapat dikesampingkan begitu saja.

Aktivitasnya mencari dan merawi tentang riwayat masa silam dimulai bersama-sama dengan lembaga non pemerintah sekaliber Masyarakat Peduli Sejarah Aceh (Mapesa) dan Central Information for Samudera Pasai Heritage (CISAH). Semua hal tersebut berawal dari keingintahuannya tentang silsilah keluarga, pertanyaan tentang nama-nama jalan di kampung halaman, hingga keberadaan kompleks makam Turki Utsmany yang ada di Bitai.

Kini, Mizuar sedikit lebih banyak telah paham tentang sejarah Aceh yang pernah gemilang di masanya. Pengetahuannya tentang riwayat negeri indatu tersebut tidak sekadar didapat dari membaca penelitian-penelitian dari pakar sejarah masa lalu, tetapi juga dari pencarian jejak sejarah yang tertinggal di batu nisan.

Ayah dua anak ini pun kini menjadi salah satu rujukan media untuk referensi sejarah Islam Asia Tenggara, khususnya di Aceh.

Sebagai generasi milenial, Mizuar Mahdi lebih aktif menulis hasil penelitian lapangan tentang sejarah Aceh di akun media sosial yang dikelolanya. Dia juga sering menulis artikel tentang sejarah Aceh di situs resmi Mapesa, dan bersama-sama Tgk Taqiyuddin Muhammad menulis buku “Jejak Sejarah Hubungan Aceh-Turki” serta “Melintasi Jejak Perjalanan Sejarah Aceh” dalam beberapa tahun terakhir.

Sebagai Ketua Mapesa, Mizuar juga diketahui mengantungi berbagai salinan dokumen penting tentang sejarah Kesultanan Aceh Darussalam, surat-surat Sultan Aceh Darussalam dengan negara-negara asing, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan sejarah Islam Asia Tenggara.

Ratusan nisan yang terbengkalai di kawasan Aceh, bahkan hingga provinsi jiran, telah disambangi Mizuar bersama tim peneliti Mapesa dan juga CISAH serta Pedir Museum yang menjadi tandem dalam penyelamatan benda bersejarah di Aceh. Dari enskripsi-enskripsi yang dibiarkan tergerus zaman itulah, Mizuar dan kawan-kawan mulai mendapat benang merah sejarah Aceh yang terlalu panjang serta melelahkan.

Meskipun aktif dan akrab dengan sejarah Aceh, pria kelahiran 18 Januari 1988 ini enggan disebut sebagai sejarawan. “Saya bukan sejarawan, jika buku pun yang menulis Abu (sapaan Mizuar untuk Tgk Taqiyuddin Muhammad-red). Saya hanya sebagai penggerak saja,” tuturnya bersahaja.[]

spot_img

Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

spot_img

INDEKS